EKSISTENSI GURU DALAM MERANCANG MASA DEPAN

Judul Artikel: Eksistensi Guru dalam Merancang Masa Depan
Nama Penulis: Iis Jubaedah, M.Pd
Email: jubaedahiis63@gmail.com
Tanggal Pembuatan: 24 Januari 2022

Guru adalah orang yang dipercaya masyarakat untuk mendidik anak-anak mereka. Masyarakat mengharap orang yang menjadi guru adalah orang pilihan, orang yang betul-betul berkualitas, dan mampu menampilkan dirinya sebagai pribadi yang dapat dijadikan teladan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bahasa Jawa, istilah guru merupakan singkatan dari “digugu Ian ditiru”. Jadi, guru adalah orang yang sikap dan tindakannya dapat dipercaya (digugu) dan diikuti (ditiru) oleh masyarakat, bukan orang yang sikap dan tindakannya “wagu Ian saru”. Ada juga pepatah mengatakan bahwa guru  adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Lagu tersebut merupakan himne guru. Lagu yang menghibur dan meninabobokkan guru. Apabila lagu tersebut dinyanyikan anak didiknya, guru mendengarkan dengan penuh penjiwaan dan bahkan meneteskan airmata. Rasa bangga dan haru muncul secara bersamaan dalam hati setiap guru. Bangga dan haru karena melihat anak didiknya luius dengan prestasi yang baik.

Masyarakat memandang guru adalah profesi yang harus dilandasi pengabdian. Meskipun berat dan sering tidak seimbang dengan penghasilan yang diperolehnya, guru harus selalu berpenampilan rapi, berwibawa, dan tidak menuntut terlalu banyak. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Oleh karena itu, guru harus dapat menerima kenyataan yang ada.  Apabila ada guru yang menuntut untuk memperoleh pendapatan yang lebih layak, tuntutan tersebut dianggap tidak tepat dilakukan oleh guru. Siapapun yang berniat jadi guru harus siap untuk hidup sangat sederhana. Akibatnya banyak generasi muda yang berprestasi tidak tertarik dan tidak bangga menjadi guru, mereka lebih tertarik untuk menggeluti profesi lain yang lebih menjanjikan bagi kehidupannya di masa depan.

Dilihat dari sisi profesi, sampai sekarang masih banyak warga masyarakat yang memandang rendah profesi guru. Mereka kurang menghargai profesi guru atau bahkan mencemooh profesi guru (khususnya guru swasta), karena guru merupakan profesi yang kurang menjanjikan dari segi material. Banyak anggota masyarakat yang awalnya tidak tertarik menjadi guru karena mencari pekerjaan lain sulit. Mereka kemudian terpaksa melamar untuk menjadi guru. Mereka jadi guru bukan karena pengabdian dan panggilan jiwanya, tetapi karena terpaksa dari pada tidak bekerja. Apabila mereka mendapatkan pekerjaan lain yang lebih menjanjikan dari segi materi, pekerjaannya sebagai guru akan ditinggalkan tanpa merasa bersalah. Sikap dan perilaku masyarakat yang demikian merupakan suatu yang bertolak belakang. Satu sisi menaruh harapan dan penghargaan yang sangat besar kepada guru tetapi di sisi lain kurang menghargainya. Penghargaan yang besar kepada guru, karena mereka menyadari bahwa tugas guru sangat mulia, penting, dan berat. Guru harus mendidik dan mengajar anak-anak mereka agar dapat menjadi generasi yang siap meneruskan dan menyempurnakan perjuangan bangsa dimasa depan.

Citra guru yang demikian adalah citra lama yang  harus diubah. Memang guru adalah profesi yang menuntut persyaratan khusus dan pengabdian. Tetapi, guru juga berhak untuk menikmati taraf  hidup yang layak, maka lahirnya undang-undang tentang  guru diantaranya Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Dinamika, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 adalah undang-undang yang khusus mengatur guru dan dosen. Isinya memuat hal-hal yang berkaitan dengan guru dan dosen secara rinci seperti persyaratan, tugas, dan tanggung jawab, penghargaan, karir, sampai pada imbalan (gaji) yang seharusnya diterima oleh guru dan dosen.  Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 merupakan angin segar yang memberi harapan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, diri dan keluarganya, sekaligus berfungsi sebagai payung hukum dalam melaksanakan tugasnya. Lahirnya undang-undang tersebut juga merupakan era baru bagi guru karena ketentuan dalam undang-undang tersebut mengakui guru sebagai jabatan profesional sehingga diharapkan dapat mengubah citra guru di kalangan generasi muda. Ini sangat penting agar generasi muda yang berprestasi juga tertarik untuk menjadi guru. Apabila guru diisi oleh generasi muda yangmemiliki prestasi baik, maka kualitas guru akan meningkat. Peningkatan kualitas guru memiliki pengaruh yang cukup besar dalam peningkatan kualitas pendidikan dan lulusannya dimasa depan.

Begitu juga pandangan guru swasta di mata masyarakat bahwa orang tua di era melineal ini  lebih kritis memilih sekolah. Mereka tidak hanya menggunakan alasan fanatisme agama sebagai dasar pemilihan sekolah bagi anak-anaknya apalagi kebijakan pemerintah menggratiskan biaya pendidikan mulai tingkat SD-SMA di sekolah negeri. Parameter itu sudah bergeser. Sekarang para orang tua mulai menggunakan parameter baru. Beberapa pertimbangan itu antara lain a) seberapa kualitas layanan guru/ karyawan, yang bisa mereka berikan bagi anaknya. Indikatornya sederhana misalnya apakah selama ini siswa-siswa puas atau banyak keluhan yang dialamatkan guru/ karyawan, b) sejauhmana kenyamanan lingkungan belajarnya (learning environment), c) sejauhmana fasilitas (learning facility) yang dimiliki, d) program-program sekolah (school programs) yang ditawarkan dan e) tingkat keterjangkauan (accessible), baik dari segi demografi, transportasi, dan finansial.

Sekolah yang inklusif (terbuka bagi siapa saja) lebih diminati ketimbang sekolah eksklusif (hanyak untuk kelompok tertentu). Sekolah inklusif lebih bisa diterima dan menerima keberagaman dalam berbagai aspek dari para siswa maupun pada praktek pembelajarannya.

Bahkan dalam sebuah survey, sebagaimana dikutip Covey (2009), dunia kerja membutuhkan karyawan yang memiliki sifat dan karakter, seperti: terampil berkomunikasi, jujur/ integritas, kerjasama tim, terampil individu, inisiatif, etos kerja, terampil analisa, terampil teknologi, terampil organisasi, dan berpikir kreatif.

Tentu saja bukan berarti dunia kerja mendewakan “karakter” daripada “kemampuan”, karena bagi dunia kerja lebih mudah diajarkan/ dilatih sementara soal karakter sifatnya lebih mendalam.

Aktualisasi sifat dan karakter semacam itu tidak akan terbentuk begitu saja saat mereka memasuki dunia kerja tanpa melalui proses pembiasaan secara kontinyu dalam jenjang pendidikan di sekolah. Maka sekolah yang lebih terbuka dalam pengembangan “sifat dan karakter” demikian itu lebih diminati pendidikan lanjut, dunia kerja, dan masyarakat luas dibandingkan dengan yang tidak memilikinya. Lalu strategi apa yang bisa dilakukan dalam konteks itu untuk memperkuat eksistensi sekolah swasta, diantaranya :

Pertama, menggeser paradigma kompetisi menjadi kolaborasi. Sekalipun kompetisi/persaingan akan memotivasi berbagai pihak untuk menjadi lebih baik, namun semangatnya selalu ingin mengalahkan pihak lain.

Dalam kontek penurunan jumlah pendaftar (student enrollment) misalnya, masing-masing sekolah swasta hanya akan berlomba menentukan waktu penerimaan siswa lebih awal agar bisa mendapat jumlah pendaftar lebih banyak. Sebaliknya, semangat kolaborasi dikedepankan maka para pimpinan sekolah swasta akan berpikir sebuah asosiasi bersama untuk menjembatani hal itu.

Kedua, mengekplorasi keunikan masing-masing sekolah. Alangkah indah, kalau setiap sekolah justru mulai menggali keunikan dan kekhasannya yang sangat dimungkinkan hal itu akan berbeda untuk setiap sekolah. Misalnya, sekolah A unggul dalam tradisi akademiknya (riset/ karya tulis) karena intake siswanya tinggi, sedangkan sekolah B justru unggul dalam tradisi humaniora (kelompok teater, film, atau linguistiknya), sementara sekolah C memiliki kelompok social (live in/ praktek sosial)/ kepemimpinan (kaderisasi, pelatihan organisasi) yang kuat.

Ketiga, menjual keunikan program-program sebagai keunggulan sekolah. Setiap keunikan yang diolah secara sungguh-sungguh dengan mempertimbangkan misi-visi, sumber daya, dan stakeholders secara tepat akan menjadi keunggulan dan kekuatan sehingga menjadi daya jual sekolah itu pada masyarakat.

Dalam konteks itu, maka persaingan antar sekolah swasta dengan mencuri “waktu” terlebih dulu saat penerimaan siswa baru menjadi tidak relevan lagi sebab sekolah-sekolah itu menawarkan value yang berbeda-beda kepada masyarakat.

Keempat, menyelenggarakan sistem pendidikan multikultur. Selama ini pendidikan di sekolah swasta cenderung elitis dan eksklusif untuk kelompok terbatas. Selain tidak menguntungkan bagi perkembangan siswa ke depan, hal itu jelas tidak antisipatif terhadap realitas kehidupan yang bersifat beragam dan multikomplek.

Kelima, merancang kurikulum yang mampu mengakomodasi semakin banyak kebutuhan siswa (student need) yang berbeda tadi. Itu artinya, sekolah swasta tidak hanya terjebak pada keberagaman intake siswa semata, namun secara sadar merancang dan mengembangkan kurikulum yang lebih manusiawi dengan mendiferensiasi kurikulum sekolah baik aspek isi, proses, maupun hasil belajar yang diharapkan sesuai dengan visi-misi sekolahnya.

Dan keenam, sekolah swasta harus dipimpin orang-orang yang profesional dan visioner dalam pendidikan. Profesional karena dia seorang pemimpin pembelajaran (instructional leader), sekaligus memiliki cita-cita, mimpi, keprihatinan dan pandangan yang jauh (visioner) ke depan atas praktek persekolahan yang dijalankannya.

Lembaga pendidikan baik yang sifatnya formal dan non formal tentunya memerlukan tenaga guru dalam proses pembelajaran, dan pemahaman tentang guru perlu disepakati bersama-sama dalam membangun konsep eksistensi guru dalam merancang masa depan.

Istilah guru dan pendidik dalam masyarakat pada umumnya tidak dibedakan. Secara teoretis, istilah guru dan pendidik dibedakan. Istilah pendidik dipakai dalam pengertian yang lebih luas daripada guru. Tafsir (1992:74) mendefinisikan pendidik sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Uhbiyati (1997: 71) menyatakan bahwa pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik untuk mencapai kedewasaannya. Berdasarkan

pengertian tersebut, orang yang paling bertanggung jawab dalam mengarahkan perkembangan anak adalah orang tua. Jadi, orang tua adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Hal ini sejalandengan sabda Rasulullah Saw. Yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut.

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

 Artinya: Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara),dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR.Muslim).

Orang tua adalah penanggung jawah utama pendidikan anak-anaknya. Karena pertumbuhan dan perkembangan anak berjalan dengan irama yang cepat, sedang kemampuan orangtua relatif terbatas, orangtua tidak akan mampu memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak mereka. Oleh karena itu, orangtua memerlukan bantuan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan. Pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Figur yang secara profesional dipercaya masyarakat untuk membantu orang tua dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka adalah guru. Jadi guru adalah pendidik yang profesional. Istilah guru dalam masyarakat sering diidentikan dengan pendidik. Pemahaman ini sejalan dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2 dan 3. Ayat 2 menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.  Di dalam ayat 3 dinyatakan bahwa pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pendidik yang mengajar di satuan pendidikan tinggi disebut dosen. Dalam UU. No. 14 Tahun2005 pasal 1 butir 1 guru didefinisikan, “Pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan menilai peserta didik”. Djamarah (2000: 31) mendefinisikan guru sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Mohammad Fadhil al-Jamali sebagaimana dikutip Ramayulis (2002: 85) menyatakan bahwa guru adalah orang yang bertugas untuk mengarahkan manusia  kepada kehidupan yang [lebih] baik, sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan yang dirnilikinya.

Berdasar pada pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pendidik mempunyai cakupan yang lebih luas dari guru. Semua guru adalah pendidik tetapi tidak semua pendidik adalah guru. Pendidik dapat melaksanakan tugasnya di manapun dia berada, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Guru dibatasi oleh ruang dan waktu. Semua orang pada suatu saat dapat berfungsi sebagai pendidik, tetapi tidak semua orangdapat berfungsi sebagai guru. Pendidik tidak memerlukan persyaratan khusus. Guru adalah Jabatan profesional yang menuntut keahlian dan persyaratan khusus.

Berkarir menjadi guru merupakan hal yang tidak mudah. Pengambilan keputusan merupakan peristiwa yang sering dialami dalam kehidupan manusia. Pengambilan keputusan menjadi konsekuensi yang logis dalam kehidupan manusia yang selalu berubah dan mengalami peningkatan. Proses pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk respon manusia terhadap lingkungan. Keputusan yang diambil oleh manusia akan menjadi awal bagi penentuan kehidupan selanjutnya. Demikian seterusnya terjalin hubungan antara proses pengambilan keputusan dengan kehidupan manusia.

Karir merupakan suatu bagian dari perjalanan kehidupan seseorang  yaitu untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki dalam bidang tertentu, dengan tujuan pencapaian suatu tingkatan yang lebih tinggi. Menurut pengalaman penentuan karir menjadi guru dipengaruhi oleh profesi orang tua. Dimana orang tua yang berprofesi guru, menyarankan kepada sang anak untuk mengambil profesi atau karir yang serupa dengan orangtua, dengan pertimbangan kemudahan dan fasilitas yang diperoleh menjadi faktor utama. Kemudian kenyataan yang terjadi banyak guru-guru honorer disetiap sekolah, meski belum berstatus sarjana. Selanjutnya adanya minat yang tinggi dimasyarakat untuk berprofesi menjadi guru.

Baca Juga :  Walimatussafar Ust. Badrudin, Lc. & Usth. Yuni Winarsih, S. Pd.I.

Pemilihan karir yang tidak sesuai dengan minat bakat atau kemampuan yang dimiliki, karena ada paksaan dari pihak luar menyebabkan karir tersebut akan berjalan dengan kurang sempurna. Pada dasarnya karir berhubungan dengan kebahagiaan bagi orang yang menjalaninya. Seseorang akan lebih bahagia jika menggeluti karir yang sesuai dengan kemampuannya. Sehingga pengambilan keputusan karir yang tepat dan sesuai dengan harapan maupun kemampuan menjadi penting dalam perjalanan hidup manusia.

Pengambilan keputusan karir pada setiap orang memiliki perbedaan. Ini disebabkan setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai karir tertentu, dimana setiap karir memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Perkembangan karir yang terpenting adalah bagaimana seseorang mengerti, memahami,  dan menguasai bidang pilihannya sehingga dapat diaplikasikan dalam pekerjaannya dikemudian hari yang dapat memberikan kesuksesan tersendiri.

Marliyah (2004) berpendapat bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi remaja dalam pengambilan keputusan karir adalah faktor internal yaitu faktor yang disebabkan dari dalam dirinya sendiri. Antara lain dipengaruhi oleh intelegensi, bakat, minat, sifat-sifat kepribadian, keadaan fisik, nilai-nilai kehidupan serta pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang disebabkan dari luar diri seseorang. Antara lain dipengaruhi oleh status sosial, ekonomi, keluarga, pengaruh dari keluarga khususnya orangtua, pendidikan sekolah, teman sebaya, serta latar belakang budaya.

Hasil Penelitian diketahui bahwa Ada hubungan positif dan signifikan antara lingkungan keluarga dan persepsi tentang profesi guru terhadap minat menjadi guru dan pengambilan keputusan karir menjadi guru ditinjau dari latar belakang profesi orang tua petani, guru dan karyawan, pada dasarnya memiliki kesamaan dalam keputusan karir antara lain ditentukan melalui pendidikan, keyakinan menjadi guru karena merupakan karir yang mulia, dan tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan perbedaannya motivasi, harapan orang tua, pendapat mengenai kelebihan maupun kekurangan profesi guru.

Pengambilan keputusan menjadi guru dilakukan dengan beberapa cara antara lain memperoleh informasi tentang profesi guru dari orang tua, mencari informasi tentang profesi guru kepada teman-teman yang telah terjun dibidang guru, memahami karir seorang guru, serta dukungan dari orang sekitar, mengambil keputusan karir menjadi guru. Penulis berada diposisi lingkungan keluarga yang berprofesi guru. Kedua orangtuanya adalah profesinya guru PNS, maka dari sembilan anaknya, tujuh diantaranya berprofesi guru.

Profesi guru adalah pekerjaan yang mulia dan bekerja merupakan suatu kaewajiban setiap muslim, sebab tanpa bekerja, seseorang tidak akan mendapat bagian rezekinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga bekerja adalah merupakan tuntutan yang harus dilaksanakan dengan baik dan profesional. Karena kita sadar dan mengetahui bahwa masih banyak dari saudara kita yang tidak bekerja alias menganggur, sehingga menimbulkan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Dengan kata lain masih banyak yang tidak mendapat bagian rezekinya di dunia.

Yang demikian dapat kita saksikan sendiri dalam kehidupan masyarakat. Masih banyak yang menganggur dan tidak bekerja ataupun yang mempunyai pekerjaan tetapi tidak maksimal dalam menjalankannya sehingga hampir sama dengan pengangguran. Seolah-olah timbul pendapat bahwa Islam tidak menganjurkan umatnya. Padahal tidak demikian. Dalam Islam berbeda dengan etika yang dipahami oleh pihak barat. Islam    menganggap kerja itu sebagai ibadah. Segala usaha yang dilakukan oleh para pekerja itu senantiasa selaras dengan syariat sehingga akan menimbulkan rasa mahabbah terhadap pekerjaan yang kita miliki. Karena pekerjaan akan senantiasa melekat pada diri kita. Pekerjaan merupakan pakaian dan busana kita setiap hari. Kalau kita mengabaikan setiap pekerjaan kita,  maka seolah kita tidak memakai pakaian alias terlanjang. Jadi pekerjaan adalah jiwa dan kehidupan kita yangselalu kita cintai dan kita banggakan. Dengan mencintai pekerjaan maka akan menimbulkan etos kerja yang baik dan profesional.

Islam ingin melahirkan manusia yang mempunyai kualitas baik dalam setiap pekerjaan yang dimilkinya. Demikian juga Islam menginginkan adanya keseimbangan dari segenap aspek kehidupan. Islam tidak hanya melahirkan manusia yang sukses dari sudut pengamalan agama saja tetapi juga ingin melahirkan kesuksesan dalam kehidupan di dunia dan akhirat.

Kita senantiasa mendakwahkan kepada setiap orang bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dengan urusan duniawi, karena urusan duniawi akan bisa mendukung untuk kemajuan umat Islam scara umum. Umat Islam harus bangkit dan semangat untuk bekerja keras dan selalu mencintai pekerjaan sekecil apapun yang dimilikinya. Demikian pentingnya bekerja maka Alloh memberikan penekanan kepada umatnya yang tercantum dalam al Qur’an surat At Taubah ayat 105 : Dan Katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Alloh dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu  itu, dan akan dikembalikan kepada Alloh SWT yang mengetahui akan yang ghoib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan”.

Dalam bekerja dan berusaha Islam sangat menganjurkan untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang berupa harta benda tetapi jangan sampai kita diperbudaknya, walaupun pada hakikatnya kita membutuhkan harta benda tersebut.  Kita jadikan harta sebagai pelengkap hidup di dunia dan sebagai bekal kehidupan untuk akhirat nanti. Konsep Islam  sangat jelas dalam urusan bekerja dan berusaha, yaitu Islam menganjurkan untuk bekerja kerasa dan tidak boleh mneyia-nyiakan waktu dan kesempatan dengan sebaik-baiknya.

Ada empat etos kerja menurut Islam yang apabila diterapkan maka akan menimbulkan rasa cinta terhadap pekerjaan dan menghasilkan kinerja yang sangat baik, yakni :

Pertama, Kerja adalah Ibadah. Setiap orang bekerja untuk memenuhi keperluan diridan orang lain yang ditanggungnya, masyarakat, bangsa, dan negara. Semua tujuan Ini terkandung dalam kebutuhan untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah berfirman Tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu. Kerja sebagai Ibadah sesungguhnya adalah sikap pengabdian seorang hamba kepada Allah SWT. Jadi, bekerja yang dihayati sebagai pengabdian (ibadah) kepada Tuhan dan segenap atributnya seperti keadilan, kebenaran, perdamaian, kesejahteraan, kesatuan dan persatuan pada dasarnya harus kita tunjukkan lewat kesiapan diri dalam berbagai pengetahuan, pemberian waktu, harta dan hati kita untuk sesama.

Kedua. Kerja adalah Rahmat. Segala hal yang membuat manusia dapat hidup dan berkembang secara wajar dapat kita sebut sebagai rahmat, begitupun dengan pekerjaan. Karena pada prinsipnya pekerjaan yang kita tekuni adalah salah satu bentuk rahmat yang Allah berikan kepada kita. Dengan kala lain, kerja adalah fasilitas Ilahi bagi pertumbuhan dan kemajuan kita menuju pemenuhan potensi manusiawi sehingga kita menjadi manusia yang seutuhnya.

Ketiga. Kerja adalah Amanah. Amanah merupakan ciri utama orang yang beriman. Semua manusia adalah pemegang amanah, tidak hanya satu tetapi banyak. Terdapat multi amanah di bahu kita yaitu amanah dari Allah, bangsa, agama, keluarga dan negara.Secara definisi, amanah adalah titipan berharga yang dipercayakan kepada kita.Konsekwenslnya sebagai penerima amanah, kita terikat secara moral untuk melaksanakan amanah Itu dengan baik dan benar. Kerja pun merupakan amanah. jabatan dan kedudukan adalah amanah. Lebih khusus lagi, melalui kerja kita menerima amanah. Dalam menjalankan tugas kita yang diberikan oleh Alloh SWT setiap hari janganlah terlalu meremehkan dan patah semangat karena kita akan kehilangan  kesempatan emas untuk bekerja atau beramal. Dengan kata lain harus memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Alloh menasehati kita dalam surat Al Ashr ayat 1-3 : sungguh rugilah orang-orang yang tidak memanfaatkan waktu untuk bekerja atau beramal sholeh. Kemudian Alloh juga memberikan tugas kepada kita untuk selalu mengerjakan setiap tugas dan beban kerja kita dalam kehidupan, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an surat Alam Nasyrah ayat 7-8 “Maka apabila kamu telah selesai dari urusan /pekerjaan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan)/ pekerjaan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah kamu berharap”

Keempat, Kerja adalah Kehormatan. Kerja sebagai kehormatan memiliki sejumlah dimensi yang sangat kaya. Pertama, secara organisasional pemberi pekerjaan menghormati kemampuan kita dengan memilih kita sebagai yang layak memangku jabatan atau melaksanakan tugas, apapun jenis pekerjaannya.

Kedua, secara psikologis, pekerjaan memang menyediakan rasa hormat diri bagi kita yang tumbuh dari kesadaran bahwa kita mampu dan biasanya dibuktikan dengan prestasi-prestasi sehingga melahirkan kebanggaan dan harga diri yang sehat. Inilah rasa hormat diri (sel/ respect) yang selanjutnya menumbuhkan rasa percaya diri (self confidence) yang sehat pula tentunya dan tidak berlebihan, yang ingin selalu dipuji orang lain ataupun atasan kita. Secara murni bahwa prestasi adalah kemampuan kita untuk menjalankan tugas dan pekerjaan yang Alloh berikan. Bukan mengambil keuntungan dari kemampuan dan keahlian orang lain sehingga dimanfaatkan untuk kepentingan dirinya sendiri.  Ketiga, secara sosial, kerja memiliki kehormatan karena berkarya dengan kemampuan diri sendiri adalah kebajikan. Kita menjadi manusia produktif. Tidak mengemis atau menjadi parasit yang dapat membebani orang lain. Keempat, secara finansial, pekerjaan memposisikan kita bersikap mandiri secara ekonomis, membuat kita bisa turut menanggung dan membiayai keluarga dan orang lain, serta dapat menyantuni orang tua dan lembaga-lembaga sosial. Hal Ini juga menambah kehormatan diri kita secara sosial tentunya tanpa harus meminta-minta secara vulgar untuk dihormati. Kelima, secara moral, kehormatan berarti kemampuan menjaga perilaku etis dan menjauhi perilaku nista atau tidak baik.

            Sebagai bekal untuk diri kita supaya senantiasa mencintai setiap pekerjaan kita adalah melihat dan memahami sosok Nabi Muhammad SAW, karena beliau merupakan satu-satunya manusia pilihan Alloh SWT yang paling sukses memadukan kepentingan duniawi dan ukhrawi. Salah satu sisi kesuksesan Nabi Muhammad adalah kiprahnya sebagai seorang pedagang (wirausahawan, pebisnis). Mulai kecil Nabi Muhammad telah meletakkan dasar-dasar moral, manajemen, dan etos kerja yang sangat baik.

Kita mencoba menyimak beberapa kutipan hadits yang menjelaskan bagaimana istimewanya bekerja mencari nafkah menurut sabda Nabi saw.

Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. (HR. Ahmad)

 “Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah. (HR. Ahmad)

Dan yang paling penting yang perlu kita ambil hikmahnya adalah Nabi Muhammad tidak berkecil hati atau gengsi dengan pekerjaan yang dipikulnya yaitu berdagang mengikuti pamannya. Sekecil apapun pekerjaan harus kita cintai dan kerjakan. Semoga kecintaan kita terhadap pekerjaan atau profesi akan membawa diri kita menjadi orang-orang yang mendapat kesuksesan di dunia dan akhirat.

Profesi guru tidak membuat hidup kita sulit, bahkan sebaliknya jika kita mencintai pekerjaan sebagai sarana ibadah, maka banyak keuntungan yang kita dapatkan dan bekerja secara profesional maka tugas guru akan menjadi ringan, memberikan pengaruh besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa untuk dimasa depan sekaligus memberikan energi baru, inovasi dalam melakukan pembaruan dibidang pendidikan.

Guru mempunyai posisi yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas pendidikan di suatu institusi pendidikan maupun di suatu negara. Artinya tanpa guru yang berkualitas, usaha meningkatkan kualitas pendidikan sulit dicapai. Oleh karena itu, setiap guru dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas dirinya secara terus menerus tanpa henti.

Salah satu tugas dan tanggung jawab utama guru adalah mendidik dan mengajar generasi muda agar mereka  siap melanjutkandan menyempumakan semua kegiatan yang telah dirintis orang tua mereka. Apabila mereka siap menerima tugas tersebut dengan baik, jayalah bangsa merekadi masa depan. Sebaliknya apabila mereka tidak siap menerima tugas dan tanggung jawab tersebut, hancurlah masa depan bangsa mereka.

Guru masa depan salah satunya memiliki kriteria beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, ahli dalam bidangnya, menguasai seluk-beluk pendidikan, pembelajaran dengan baik, memiliki sikap,kepribadian, dan akhlak yang mulia serta mampu berkomunikasi dengan semua pihak dengan baik dan memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.

Dilihat dari posisi tersebut di atas, guru adalah  profesi yang sangat strategis dan mulia. Inti tugas guru adalah menyelamatkan masyarakat dari kebodohan, dan sifat, serta perilaku buruk yang menghancurkan masa depan mereka. Sebagai suatu profesi, di samping harus memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi profesi, guru· juga harus mampu menjunjung tinggi nilai-nilai pengabdian, sabar, ulet, tekun, teliti, tidak mudah putus asa, dan mampu memberikan contoh kepada anak didiknya. Memberikan contoh merupakan salah satu prinsip yang sangat penting dalam pendidikan. Keteladanan sangat diperlukan karena guru tidak menghadapi benda mati  tetapi menghadapi pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang, pribadi yang memiliki sifat, sikap, dan karakter yang beragam. Di samping memiliki sifat-sifat tersebut, guru juga harus mengetahui perkembangan kemampuan dan kepribadian anak didiknya. Guru harus dekat dengan anak didiknya  agar dapat  menarik simpati mereka dan dipercaya mereka sehingga dapat memberikan dorongan atau motivasi kepada mereka dengan sebaik-baiknya. Guru bukanlah satu-satunya sumber informasi bahan ajar, maka guru berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan membantu peserta didik dalam mengolah informasi dan  guru harus mengubah pola pikir, mengubah model dan strategi mengajar, mengubah media dan bahan ajar, bahkan guru harus mampu mendesain media belajar sendiri. Dengan perubahan tersebut diharapkan: Siswa belajar lebih menyenangkan, materi ajar lebih cepat tercerna karena menggunakan media dan bahan ajar yang cocok, guru pun akan lebih cepat menuntaskan segala tugas yang dituntut dalam profesinya.

Baca Juga :  MORSA X

Dalam menjalani tugas profesi guru tentunya ada kendala baik secara langsung maupun tidak langsung, tentunya bagaiamana cara pandang yang terbaik agar masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan ikhlas dan tuntas. Bukan dengan cara dihindari, lari dari tanggung jawab. Ketika kita mampu menjalani masalah dengan sabar dan bijak, maka secara tidak sadar sebenarnya itulah bentuk dari kasih sayang Allah swt. Ketika kita kembali kepada-Nya, kita telah mampu menjalani bentuk kasih sayang-Nya yang berupa masalah selama kita hidup di dunia.

Setiap orang memiliki kadar kesungguhan yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah dan menjalani kehidupannya. Perbedaan usaha dan kesungguhan ini biasanya berbanding lurus dengan hasil akhir yang dicapai. Secara adat dan kebiasaan, semakin besar kadar kesungguhan seseorang dengan segala situasi yang dihadapi tentu potensi yang diterimanya juga semakin besar. Allah swt memberikan amanah yang besar seperti rizki, jabatan, dan lainnya seiring dengan masalah yang ada di dalamnya. Begitu pun ketika kita menjalani hidup, tentu apa yang kita dapat dan apa yang hilang dari kita merupakan bagian dari cara Allah swt menguji kita untuk meningkatkan derajat. Ada dua kata kunci yang dapat kita pegang dalam menghadapi masalah adalah ikhtiar dan doa. Sikap sabar diimplementasikan dengan cara menyelesaikan masalah secara prosedural, tidak melanggar aturan, dan menapaki setiap tingkat permasalah sedikit demi sedikit. Aspek yang tidak kalah penting adalah konsistensi dalam berdoa dan beribadah. Dengan adanya masalah, semestinya kita semakin mendekatkan diri kepada Allah swt, memberbanyak ibadah dan beramal salih. Dengan demikian, sabar dan salat merupakan representasi dari rasionalitas dan spiritualitas.

Seiring berjalannya waktu dan zaman semakin berkembang, terjadi perubahan pada tingkah laku dan perilaku manusia berubah dari masa ke masa. Begitu pula hal ini  turut merubah perkembangan sistem pendidikan yang ada di dunia dan di Indonesia.

SAAT ini, kita menghadapi revolusi industri keempat yang dikenal dengan Revolusi Industri 4.0. Ini merupakan era inovasi disruptif, di mana inovasi ini berkembang sangat pesat, sehingga mampu membantu terciptanya pasar baru. Inovasi ini juga mampu mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada dan lebih dahsyat lagi mampu menggantikan teknologi yang sudah ada.

Dampak revolusi industri 4.0 terhadap Pendidikan di Indonesia pada era modern ini, informasi dan teknologi memengaruhi aktivitas sekolah dengan sangat masif. Informasi dan pengetahuan baru menyebar dengan mudah dan aksesibel bagi siapa saja yang membutuhkannya. Pendidikan mengalami disrupsi yang sangat hebat sekali. Peran guru yang selama ini sebagai satu-satunya penyedia ilmu pengetahuan sedikit banyak bergeser menjauh darinya. Di masa mendatang, peran dan kehadiran guru di ruang kelas akan semakin menantang dan membutuhkan kreativitas yang sangat tinggi. Industri 4.0 adalah nama tren dari sistem otomatisasi industri, dimana terdapat pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistim siber fisik, internet untuk segala aktifitas, komputasi kognitif dan aktifitas lain berbasis jaringan. Revolusi industri 4.0 sering pula disebut revolusi industri generasi keempat yang ditandai dengan kemunculan super komputer, robot pintar, kendaraan tanpa awak, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia dapat memungkinkan manusia dapat mengoptimalkan fungsi otak.

Era revolusi industri 4.0 merupakan tantangan berat bagi guru Indonesia. Mengutip dari Jack Ma dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, pendidikan adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dan belajar-mengajar, maka 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan besar. Pendidikan dan pembelajaran yang syarat dengan muatan pengetahuan mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan sebagaimana saat ini terimplementasi, akan menghasilkan peserta didik yang tidak mampu berkompetisi dengan mesin. Dominasi pengetahuan dalam pendidikan dan pembelajaran harus diubah agar kelak anak-anak muda Indonesia mampu mengungguli kecerdasan mesin sekaligus mampu bersikap bijak dalam menggunakan mesin untuk kemaslahatan.


Indonesia tergolong lambat dalam merespon revolusi industri 4.0 dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Sistem pendidikan 4.0 baru bergaung kencang dalam tahun ini. Oleh karena itu, pemerintah harus menyediakan fasilitas yang memadai dalam menyongsong era Pendidikan 4.0.

Sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan, guru harus meng-upgrade kompetensi dalam menghadapi era Pendidikan 4.0. Peserta didik yang dihadapi guru saat ini merupakan generasi milenial yang tidak asing lagi dengan dunia digital. Peserta didik sudah terbiasa dengan arus informasi dan teknologi industri 4.0. Ini menunjukkan bahwa produk sekolah yang diluluskan harus mampu menjawab tantangan industri 4.0.

Mengingat tantangan yang besar tersebut, maka guru harus terus belajar meningkatkan kompetensi sehingga mampu menghadapi peserta didik generasi milenial. Jangan sampai timbul istilah, peserta didik era industri 4.0, belajar dalam ruang industri 3.0, dan diajarkan oleh guru industri 2.0 atau bahkan 1.0. Jika ini terjadi, maka pendidikan kita akan terus tertinggal dibandingkan negara lain yang telah siap menghadapi perubahan besar ini

Revolusi industri 4.0 ditandai oleh hadirnya empat hal, yaitu komputer super, kecerdasan buatan (artificial intelligency), sistem siber (cyber system), dan kolaborasi manufaktur. Dengan demikian dibutuhkan kompetensi yang mampu mengimbangi kehadiran keempat hal itu dalam era Pendidikan 4.0. Kompetensi yang dibutuhkan tersebut merupakan salah satu proyeksi kebutuhan kompetensi abad 21.

Kompetensi yang dibutuhkan dalam era Pendidikan 4.0 adalah: Pertama, keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving skill). Kompetensi ini sangat penting dimiliki peserta didik dalam pembelajaran abad 21. Guru 4.0 harus mampu meramu pembelajaran sehingga dapat mengeksplor kompetensi ini dari diri peserta didik.

Kedua, keterampilan komunikasi dan kolaboratif (communication and collaborative skill). Sebagai satu kompetensi yang sangat dibutuhkan dalam abad 21, keterampilan ini harus mampu dikonstruksi dalam pembelajaran. Model pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi harus diterapkan guru guna mengkonstruksi kompetensi komunikasi dan kolaborasi.

Ketiga, keterampilan berpikir kreatif dan inovasi (creativity and innovative skill). Revolusi industri 4.0 mengharuskan peserta didik untuk selalu berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif. Tindakan ini perlu dilakukan agar peserta didik mampu bersaing dan menciptakan lapangan kerja berbasis industri 4.0. Kondisi ini diperlukan mengingat sudah banak korban revolusi industri 4.0. Misalnya, banyak profesi yang tergantikan oleh mesin digital robot. Contoh, pembayaran jalan tol menggunakan e-toll. Sistem ini telah memaksa pengelola jalan tol untuk memberhentikan tenaga kerja yang selama ini digunakan di setiap pintu tol.

Keempat, literasi teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology literacy). Literasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi kewajiban bagi guru 4.0. Literasi TIK harus dilakukan agar tidak tertinggal dengan peserta didik. Literasi TIK merupakan dasar yang harus dikuasai guru 4.0 agar mampu menghasilkan peserta didik yang siap bersaing dalam menghadapi revolusi industri 4.0.

Kelima, contextual learning skill. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang sangat sesuai diterapkan guru 4.0. Jika guru sudah menguasai literasi TIK, maka pembelajaran kontekstual era pendidikan 4.0 lebih mudah dilakukan. Kondisi saat ini TIK merupakan salah satu konsep kontekstual yang harus dikenalkan oleh guru. Materi pembelajaran banyak kontekstualnya berbasis TIK sehingga guru 4.0 sangat tidak siap jika tidak memiliki literasi TIK. Materi sulit yang bersifat abstrak mampu disajikan menjadi lebih riil dan kontekstual menggunakan TIK.

Keenam, literasi informasi dan media (information and media literacy). Banyak media infromasi bersifat sosial yang digandrungi peserta didik. Media sosial seolah menjadi media komunikasi yang ampuh digunakan peserta didik dan guru. Media sosial menjadi salah satu media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan guru 4.0. Kehadiran kelas digital bersifat media sosial dapat dimanfaatkan guru, agar pembelajaran berlangsung tanpa batas ruang dan waktu.

Ketujuh, gerakan literasi Nasional yang merupakan penunjang untuk mempersiapkan generasi emas.

Surat pertama yang diturunkan Allah SWT kepada nabi Muhammad Saw melalui perantaraan malaikat Jibril adalah surah Al Alaq ayat 1-5 yang salah satu ayat pertamanya berbunyi Iqra’ yang berarti bacalah. Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsirnya Al Misbah menyimpulkan bahwa makna dari kata Iqra’ adalah digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan dan sebagainya dan karena objeknya bersifat umum, objek kata tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau, baik ia merupakan bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun bukan, baik ia menyangkut ayat-ayat tertulis maupun yang tidak tertulis.

Perintah membaca dalam ayat pertama tersebut memberikan kepada kita akan pentingnya membaca baik secara tekstual maupun kontekstual. Karena maju mundurnya suatu bangsa adalah terletak pada rajinnya membaca. Semakin banyak buku yang dibaca maka, semakin banyak ilmu yang dia dapat. Tak ada satupun orang yang sukses di dunia ini tanpa membaca baik membaca secara tekstual maupun membaca secara kontekstual dengan membaca pengalaman orang lain yang jatuh bangun gagal sampai dia menjadi sukses.

Sebut saja di sini Jalaluddin Rahmat, seorang pakar komunikasi dalam bukunya Retorika Modern, menyampaikan bahwa selama tiga tahun, 1976-1979, ia ditugaskan untuk mengajarkan mata kuliah retorika, dimana materi tersebut tidak pernah ia dapati sebelumnya selagi mahasiswa. Maka, ia melakukan proses “pencarian” yaitu mencari bahan-bahan retorika yang mutakhir membaca buku dan jurnal karenanya, berangsur-angsur semakin lama ia semakin mencintai retorika. Oleh sebab itulah dia akhirnya menjadi pakar retorika (hal. 42-43).

Bagi mereka yang tidak sempat menempuh jalan pendidikan formal ataupun tidak bisa menyelesaikan pendidikan secara formal ternyata bisa juga menjadi sukses dengan cara membaca. Misalnya seorang sastrawan yang bernama Ajib Rosidi kelahiran Jatiwangi, Majelangka, pada tanggal 31 Januari 1938 ini telah menulis sejak remaja dan kini telah menerbitkan lebih dari seratus judul buku berupa kumpulan sajak, roman, drama, biografi, kumpulan, essay, dan memoar.

Ajib Rosidi berani nekat untuk drop-out dari taman Madya (SMA) karena pada waktu itu dia mendengar berita dari surat kabar bahwa bahan ujian bocor. Hal tersebut diakibatkan ada orang yang mengeluarkan banyak uang untuk menyogok pejabat yang bersangkutan agar dapat memperoleh bahan ujian sebelum waktunya. Atas kejadian tersebut dia berkesimpulan bahwa “orang-orang tersebut menggantungkan hidupnya pada ijazah, untuk mendapatkan ijazah dia mau bermain curang serta mengeluarkan uang”. Kemudian dia memutuskan untuk tidak mengikuti ujian dan ingin membuktikan bisa hidup tanpa ijazah. Seiring dengan perjalanan waktu disertai dengan upaya kesungguhannya untuk terus menerus belajar dan membaca. Akhirnya dia menjadi sastrawan terkenal di Indonesia (hal. 86).

Dari penomena di atas membaca adalah faktor yang menentukan dalam mencerdakan kehidupan bangsa, salah satu program pemerintah yang di implementasikan adalah adanya Gerakan literasi Sekolah  (GLS) adalah Sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik, dengan tujuan Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat

Literasi membaca dan menulis senantiasa di galakan di sekolah sebelum memulai pembelajaran, peserta didik dikenalkan berbagai macam buku, mengkaji ,membuat resensi, kunjungan ke perpustakaan, mengenalkan ke dunia luar dengan moving class atau studi ilmiah yang berkaitan dengan gerakan  literasi membaca. Mengenalkan tokoh-tokoh sastrawan merupakan salah satu  stimulan skill dalam mengasah karya dalam bentuk tulisan. Jika budaya literasi ini berjalan akan memberikan dampaka positif dalam ujian nasional dan juga profesional guru dalam bentuk UKG.

Literasi Sains yaitu Kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, menarik kesimpulan dalam rangka memahami serta membuat keputusan yang berkenaan dengan alam. Seseorang disebut literat terhadap sains, jika memiliki kompetensi untuk (1)menjelaskan fenomena sains, (2)Mengevaluasi & mendesain pengetahuan & keterampilan sains secara mandiri, (3)Menginterpretasi data dan  bukti sain.

Baca Juga :  Studi Banding Darul Hikmah ke SMPIT Al-Multazam Kuningan

Literasi Numerasi menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari.

Literasi Finansial Kemampuan untuk memahami bagaimana uang berpengaruh di dunia (bagaimana seseorang mengatur untuk menghasilkan uang, mengelola uang, menginvestasikan uang dan menyumbangkan uang untuk menolong sesama). Penerapan ini senantiasa di ajarkan disekolah dalam mengelolan keuangan di koperasi, siswa di ajarkan untuk menghemat uang di tabung di koperasi, kemudian memanage keuangan yang diberikan orang tua untuk digunakan sehemat mungkin dan juga membelajakan sesuai kebutuhan

Literasi budaya dan kewargaan adalah  Kemampuan untuk memahami, menghargai dan berpartisipasi secara mahir dalam budaya serta Kemampuan untuk berpartisipasi secara aktif dan menginisiasi perubahan dalam komunitas dan lingkungan sosial yang lebih besar. Misalnya mengarahkan anak dalam kegiatan sosial sehingga kecintaan terhadap sesama tumbuh

Delapan adalah penerapan  kurikulum  yang bisa menjembatani guru dan peserta didik sehingga bisa bersaing di era industri 4.0 selain yang tadi sudah dijelaskan kompetensi guru.

Kurikulum di atas menjelaskan 4 konsep pembelajaran di abad 21 dengan kolaborasi pendidikan diknas dan juga pembekalan dalam keagamaan. Kolaborasi pembelajaran antara skill, emosional, spritual dan intelektual.  Pembelajaran tidak hanya di kelas untuk mengasah kognitif dan keterampilan, pesera didik dikenalkan skill sesuai minat, bakat dan prestasi yang dimiliki sehingga berkembang, dikenalkan berbagai macam ekskul dan diikutkan dalam lomba-lomba yang berkompeten di bidangnya masing-masing. Konsep ini juga menambahkan bahwa kebutuhan jasmani tidak seimbang jika tidak diisi spritual building, peserta didik di ajarkan untuk mengenal sang pencipta dengan berbagai rutinitas ibadah, kajian dan hafalan alqur’an dan emosioanal building inilah menjadi benteng utama dalam mengcover jasmani dan rohani, kolaborasi dan komunikasi yang berkesinambungan antara sekolah dan asrama maka lahirlah  atitude intelektual yang pada akhirnya quality assurance  peserta didik bisa terarah disegala aspek bidang dalam aplikasi di masyarakat seperti ulama, politik, usahawan, dan lain sebagainya. Peran  guru harus siap menghadapi era pendidikan 4.0 meskipun disibukkan oleh beban kurikulum dan administratif yang sangat padat. Jika tidak, maka generasi muda kita akan terus tertinggal dan efeknya tidak mampu bersaing menghadapi implikasi Revolusi Industri 4.0.

Konsep guru dalam pendidikan islam tidak jauh beda dalam mempersiapkan industri 4.0 dimana  guru adalah wasilah atau perantara dalam menyampaikan pendidikan baik berupa ilmu baik di dalamnya kegiatan yang sifatnya formal, non formal maupun informal yang bermuara pada nilai-nilai karakter.

Pada umumnya orang tua memilih pendidikan di lembaga adalah sebagai berikut

  1. Pilih sekolah yang memungkinkan anak bisa berkembang dengan baik  sesuai dengan anak.
  2. Kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
  3. Kultur sekolah itu.
  4. Profesionalisme dan kompetensi guru-guru
  5. Waktu belajar.
  6. Biaya.
  7. Jarak sekolah dari rumah.

Secara garis besar rata-rata orang tua ketika menyekolahkan anaknya kriteria yang di atas adalah yang paling dominan, namun kita kembali kepada pendidikan secara umum adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik agar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Visi pendidikan dalam Qur’an

  • رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (الصافات001)
  • Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang ang saleh (as-Shaaffat [37]: 100)
  • §          رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً (ال عمران 38)

Ya Tuhanku, anugerahilah hamba-Mu ini seorang anak yang baik (al-Imran [3]: 38).

  • يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ, وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيّاً (مريم

Yaitu anak yang dapat mewarisi perjuanganku dan perjuangan  sebagian keluarga Ya`qub; dan jadikanlah, ya Tuhanku, ia seorang yang diridhai (Maryam [19]: 6).

Misi Pendidikan Islam

  • إِنَّمَـا بُعِثْتُ لِأُتَـمِّّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلاَقِ

Bahwasanya aku (Muhammad) dibangkitkan untuk menyempurnakan kemulyaan akhklaq (karakter) manusia [riwayat Baehaqi].

  • وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar pribadi dengan akhlaq  yang agung

[al-Qolam 4].

  • رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً

Ya Allah,  anugerahilah kami isteri-isteri (pasangan hidup)  dengan anak-turun (yang membahagiakan) yakni sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami (beserta anak-turun kami) sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa  [al-Furqon 74].

Dari penjelasan visi dan misi pendidikan islam di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan itu sangat diperlukan karakteristik yang membangun manusia menjadi generasi yang berahlakul karimah, dan manjadi harapan kedua orang tuanya memilki keturunan yang memiliki karakter islami.

The only thing in the world not for sale is character (Antonin Scalia), Satu-satunya barang yang tidak dijual di muka bumi ini adalah karakter. Mengapa tidak dijual belikan karena karakter itu harus dibangun melalui pendidikan (baik formal, nonformal maupun informal) yang kaya dengan nilai-nilai kebajikan dan yang menunjung tinggi kemartabatan hidup berdasarkan nilai-nilai kebajikan itu.

“When wealth is lost nothing is lost, when health is lost something is lost but when character is lost everything is lost.” Dan  Orang Cina bilang: Nak, kalau kau miskin, harta bisa kaucari. Kalau engkau sakit atau cacat di tubuhmu,  obat kemungkinannya bisa kaucari. Tapi kalau kau tak punya karakter, maka segalanya sudah tidak bisa kau cari.

“Mental or moral qualities that make one person different from other”. Karakter itu sifatnya khas, berisikan nilai-nilai dan keyakinan yang membentuk tingkahlaku genuine orang itu.

Menurut Imam al-Ghazali, karakter adalah seseorang tampak terutama dalam respon-spontan orang itu terhadap sesuatu. Karakter adalah nilai-kebajikan-pribadi menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkannya lagi.

Pendidikan karakter sangat penting, berikut ini ada beberapa faktor diantaranya

  1. Masyarakat masa depan

Ciri-ciri masyarakat masa depan

  1. Kualitas seseorang tidak ditentukan oleh apa yang Anda punya, tapi lebih ditentukan oleh  ‘siapa anda’.
  2. Kesejahteraan dan kebahagiaan akan lebih banyak tergantung pada modal maya yang dimiliki (modal intelektual, modal sosial, modal etikal, modal personal, seperti iman, keteguhan, kekayaan rohaniah, dan sebagainya).
  3. Kecenderungan masa depan
  4. Masyarakat akan lebih terbuka menerima kebhinekaan sebagai hal yang kodrati dan memanfaatkannya  sebagai sumber keunggulan.
  5. Masyarakat dituntut lebih terbuka untuk belajar dari mana saja, bisa menghargai hal-hal yang positif yang ada pada bangsa, masyarakat atau pun kelompok yang lain.
  • Masyarakat masa depan cenderung berkembang menjadi
  • Masyarakat dengan ciri keseketikaan, yaitu semuanya bergerak dan berubah dengan cepat, semuanya menjadi makin sementara
  • Masyarakat penuh dengan kebaruan yang bersumber pada kreativitas dan daya inovasi manusia
  • Masyarakat menjadi serba  berkompetisi dan berkooperasi secara global dengan standard internasional.
  • Di masa masa depan
  • Masyarakat dituntut lebih  dewasa dalam  memecahkan perbedaan-perbedaan atau konflik dengan cara yang bermartabat, manusiawi dan tidak mencari kambing hitam (victim mentality)
  • Masyarakat dituntut lebih menghargai kerja keras, menghargai prestasi,  tanpa mentalitas  ‘makan siang gratis’ [sehingga kedudukan, posisi atau status di masyarakat lebih didasarkan pada prestasi]. 
  • Masyarakat dituntut bisa menemukan keselarasan antara  etika universal dengan kearifan lokal.

Tantangan bagi pendidikan di masa depan adalah sebagai berikut :

  1. Tantangan pendidikan di Indonesia ialah menumbuhkan ciri-ciri pribadi yang unggul & luhur  pada masyarakat  Indonesia dengan  tetap menjaga jatidiri ke-Indonesia-an.
  2. Mencegah bangsa Indonesia menjadi korban dari modernitas bangsa lain di era global
  3. Tanpa modal yang cukup menghadapi masa depan, suatu bangsa bisa menjadi beban bagi bangsa yang lain dan/atau menjadi korban dari kemajuan bangsa-bangsa lain.
  4. Dalam PP No, 19/2005, bagian penjelasan Pendidikan adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik. Lalu muncul pertanyaan apa yang diberdayakan, maka yang diberdayakan adalah potensi keberbakatan, minat dan kecerdasan untuk membangun karakter, membangun visi, membangun kompetensi, membangun kreativitas.

Berikut ini manfaat pendidikan adalah sebagai berikut :

  1. Pendidikan membangun visi hidup
  2. Visi  atau cita-cita hidup : gambaran masa depan yang atraktif, yang jauh lebih baik dari keadaan sekarang.
  3. Visi yang jelas berfungsi sebagai penunjuk arah bagi seseorang dalam menjalani kehidupan, sebagai penggugah, dan dapat menjadi sumber motivasi dalam menghadapi tantangan hidup.
  4. Visi adalah jembatan antara masa kini dan masa depan yang lebih baik.
  • Pendidikan membangun karakter
  • Karakter: Sifat khas, kualitas dan kekuatan moral pada seseorang atau kelompok.
  • Karakter mencakup:  integritas, kepercayaan-diri, kedewasaan, mentalitas-berkelimpahan (abundance mentality), kegigihan, dan semangat memperbarui diri, dan semangat untuk mencapai yang terbaik.
  • Pendidikan membangun kreativitas

Kreativitas :

  1. Kemampuan memikirkan hal-hal baru.
  2. Kemampuan untuk melihat suatu masalah dari sudut pandang baru, mengembangkan gagasan baru untuk memecahkan  persoalan, kelenturan berpikir, kemampuan berpikir lateral,  termasuk dalam lingkup kreativitas.
  3. Kemampuan melihat yang tidak terlihat dan memikirkan yang terpikirkan orang lain adalah dua ciri utama kreativitas.
  4. Pendidikan membangun kompetensi

Kompetensi mencakup:

  1. pengetahuan yang sebagian diperoleh melalui pendidikan formal;
  2. keterampilan,  yang terdiri dari keahlian yang bersifat praktikal – fisik dan mental – yang sebagian besar diperoleh melalui pelatihan dan praktik;
  3. pengalaman, yang diperoleh melalui perenungan terhadap keberhasilan atau kegagalan di masa lalu;
  4. value judgement, yaitu persepsi mengenai hal yang dianggap benar, baik, pantas dsb.
  5. jejaring sosial, yaitu jejaring hubungan dengan orang-orang  lain .
  6. Pendidikan membangun kecakapan memimpin diri sendiri
  7. Memimpin diri sendiri dengan visi atau cita-cita hidup yang jelas.
  8. Memimpin diri sendiri  dengan memegang nilai-nilai  atau prinsip-prinsip hidup yang jelas .
  9. Memimpin diri sendiri agar tidak terjebak dalam sikap ‘tujuan menghalalkan cara’
  10. Memimpin diri sendiri agar tidak tersesat dalam belantara dan ‘huru-hara’ globalisasi.
  11. Pendidikan membangun  kecakapan untuk tumbuh dan berkembang bersama orang lain dalam kebhinekaan
  12. Memandang kebhinekaan sebagai hal yang kodrati, dan memanfaatkannya untuk menciptakan keunggulan.
  13. Berkembang dengan mentalitas berkelimpahan (abundance mentality).
  14. Berkembang dengan memahami pentingnya hidup berbagi semakin  berbagi akan semakin berkelimpahanlah orang itu.
  15. Agar keberhasilan kita tidak menjadi sumber penderitaan bagi orang lain.
  • Pendidikan membangun  kecakapan menanggapi perubahan
  • Kecakapan memilih apa yang dipelajari, dan ‘belajar bagaimana belajar’ (learn how to learn).
  • Bersikap proaktif, bisa memilih tingkah laku yang paling pantas dalam mencapai cita-citanya. 
  • Terbuka terhadap kemungkinan baru, terbuka terhadap pengetahuan baru.
  • Pendidikan membangun  kecakapan untuk menciptakan nilai atau manfaat
  • Memahami kebutuhan masyarakat.
  • Peka melihat peluang untuk melakukan kebaikan-kebaikan  bagi kepentingan kemajuan kemanusiaan.
  • Mencari peluang dan melakukan usaha-usaha untuk dapat berkontribusi pada pemberdayaan masyarakat.
  • Mengembangkan tata-nilai dan tata-laku normatif bagi pemeradaban masyarakat yang majemuk.

Dari penjelasan di atas maka pendidikan  karakter itu penting dalam menjawab dan mempersiapkan masa depan dengan membekali Fitrah (fathoro), ciptaan, asal kejadian, tabiat awal yang bersifat potensial. Hanief artinya lurus, condong pada kebaikan (untuk ketegakaannya), dan Iman, kebaikan serta kecondongan pada ketegakan adalah potensi dasar setiap manusia. Ketiga faktor ini merupakan modal sekaligus kunci dalam menerima tantangan pendidikan di masa yang akan datang. Dan akan sangat tidak seimbang jika kita membekali anak hanya dengan pengetahuan dan keterampilan. Dan beberapa tantangan pendidikan di masa depan memberikan stimulan untuk anak dalam membekali ke arah mana mereka ingin mencapai cita-cita.

Demikian pemaparan eksistensi guru dalam merancang masa depan. Ada benang merah yang bisa ditarik dari pemaparan di atas adalah sesuai dengan fungsinya, guru tidak hanya menyampaikan materi ajar saja, tetapi harus melakukan tindakan mendidik. Oleh karena itu, guru perlu memiliki kemampuan memotivasi belajar, memahami potensi peserta didik, sehingga mampu memberikan pelayanan yang optimal. Apalagi dalam era globalisasi komunikasi seperti saat ini perlu adanya perubahan orientasi di dalam proses pembelajaran. Guru bukanlah satu-satunya sumber informasi bahan ajar, maka guru berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan membantu peserta didik dalam mengolah informasi. Perubahan peran dan fungsi guru di dalam proses pembelajaran tersebut menuntut adanya perubahan dan peningkatan kompetensi profesional guru.

Pengembangan profesionalisme guru harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dan lain-lain secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.

Pendidikan karakter dalam penentuan anak didik merupakan hal yang terpenting dalam membangun generasi masa depan. Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.