PENGGUNAAN METODE SURVEI UNTUK MENGETAHUI TINGKAT PENGETAHUAN DAN MINAT BACA SASTRA

Judul Artikel: PENGGUNAAN METODE SURVEI DAPAT MENGETAHUI TINGKAT PENGETAHUAN DAN MINAT BACA SASTRA
Nama Penulis: Iis Jubaedah, M.Pd
Email: jubaedahiis63@gmail.com
Tanggal Pembuatan: 17 September 2022

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, seorang guru harus merencanakan kegiatan belajar mengajar agar siswa dapat belajar secara aktif mengembangkan potensi dirinya.

Proses pendidikan salah satunya adalah ada kegiatan pembelajaran di kelas, dimana ada Kesinambungan prinsip-prinsip kurikulum dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran dapat menyebabkan hasil belajar yang dimiliki peserta didik sesuai dengan yang diharapkan kurikulum. Oleh karena itu guru dapat melaksanakan pembelajaran berdasarkan suatu model tertentu atau mengikuti langkah-langkah yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik di sekolah masing-masing.

Guru memegang peranan penting dalam meningkatkan kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan. Tugas utama guru adalah mendidik, membimbing, melatih siswa.  Guru disamping mempunyai wawasan pengetahuan yang luas juga harus mempunyai ketrampilan serta mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif. Kreatif dan Inovatif. Guru hendaknya berperan sebagai fasilitator yang bersikap akrab dengan memperlakukan peserta didik sebagai mitra dalam menggali informasi.

Guru diberi kekuasaan dalam melakukan proses belajar di kelas dalam menentukan bahan, metode dan alat dengan memperhatikan aspek yang relevaan sehingga dapat menuju proses belaja rmengajar yang aktif, inofatif, kreatif dan menyenangkan. Faktor penentu dalam proses belajar mengajar guru harus ditingkatkan profesionalnya  agar pembelajaran dapat efektif. Salah satu hambatan yang sering mewarnai dalam pembelajaran sastra adalah sulitnya membangkitkan dan menumbuhkan minat peserta didik .

Pembelajaran sastra pada dasarnya bertujuan agar siswa memiliki rasa peka terhadap karya sastra yang berharga sehingga siswa terdorong dan tertarik untuk membaca.  Dengan membaca karya sastra diharapkan para siswa memperoleh pengetahuan tentang manusia dan kemanusiaan, mengenai nilai-nilai dan mendapatkan ide-ide baru. 

Namun sejak lama pembelajaran sastra mengalami problematika yang beragam, salah satunya adalah problematika metode pembelajaran. Sastra hanya sebatas diajarkan dengan cara tradisional, yakni guru aktif menerangkan tentang sastra tanpa pernah siswa bersastra secara langsung. Siswa berada dalam kondisi tabung kosong yang harus mengisi materi-materi sastra tanpa pernah berhadapan langsung dengan karya sastra.Atmazaki (2005) menyebutkan bahwa masalah yang sering terjadi adalah bahwa pembelajaran sastra belum mampu membuka mata peserta didik terhadap daya tarik sastra. Kalau sekedar menghafal nama pengarang, judul karya, dan periodisasi sastra saja memang belum cukup menarik bagi peserta didik. Sekedar menentukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra, tanpa mengaitkannya dengan pengalaman peserta didik juga belum mampu membuka mata.Sekedar membaca puisi atau menentukan rima juga belum mampu memunculkan kreativitas pada peserta didik

Sastra merupakan karangan yang mengacu pada nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.sastra memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual dengan cara yang khas. Selain sastra, terdapat juga kesusastraan atau susastra, yang merupakan sebuah tulisan yang baik. Menurut Usman Effendi, “kesusastraan ialah semua ciptaan manusia dalam bentuk bahasa lisan maupun tulisan yang dapat menimbulkan rasa keindahan.”

Teori mengenai sastra menurut Bressler (1994:7 ) “Literature as work of imaginative or creative writings.”Penulis karya sastra menyampaikan imajinasi mereka dalam bermacam-macam bentuk seperti novel, puisi, ataupun film. Sastra merupakan suatu karya baik lisan atau tulisan dan juga karya fiksi yang memiliki pemahaman yang dalam, dan sebagai wujud kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.

Menurut Sugihastuti (2007:23) “karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya.”Berdasarkanteori ini, penulis mencoba menghubungkan pemikiranpenulisdan imajinasinya untuk disampaikan kepada pembaca. Sastra tidak saja lahir karena suatu kejadian, tetapi juga dari kesadaranpenciptaannya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, fiktif dan dapat juga lahir dari imajinasi penciptanya, serta dapat dipertanggung jawabkan

Teori lain dikemukakan oleh Wellek and Warren (1963:22), the term literature seems best if we limit it to the art of literature, that is, to imaginative literature. Sastra merupakan suatu karya yang berasal dari imaginasi pengarang yang tidak hanya merupakan kumpulan fakta atau fiksi, tetapi dapat berasal dari kejadian yang terjadi dalam dunia nyata.

Mengacu kepada pendapat Eagleton , sastra merupakan sebuah karya tulis dimana bahasa dalam sastra dapat di ubah menjadi bermacam-macam bentuk tetapi masih dapat dimengerti oleh pembacanya, seperti bahasa formal atau non-formal. 

Dari beberapa pendapat ahli bahasa yang sudah penulis kutip perbedaannya, dapat disimpulkan bahwa sastra adalah karya tulis yang dibuat oleh penciptanya berdasarkan imajinasi penciptanya atau kejadian nyata dalam kehidupan manusia, sastra dapat disajikan dalam berbagai macam bentuk seperti novel atau cerita pendek, dan dapat menggunakan bahasa formal atau non-formal.

2.1.1. Karya Sastra

Secara umum, pengertian karya sastra adalah “ciptaan yang disampaikan secarakomunikatif denganmaksud untuk tujuan estetika.” Teori lain dikemukakan oleh Mukarovsky, E.E Cummings dan Sjklovski, “literary wok is a work of fiction which is a creation based on the author‟s spontaneous emotions.”Karya sastra dapat digunakan sebagai media komunikasi dalam menyampaikan aturan tentang nili-nilai moral kepada para pembacanya baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Berikut adalah beberapa jenis karya sastra :

  1. Puisi

Puisi adalah bentuk karya sastra dari hasil ungkapan dan perasaan penulis atau yang lebih dikenal sebagai penyair,dengan bahasa yang terikat irama, rima, penyusunan lirik dan bait, serta mengandung penuh makna.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), puisi adalah gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus.Sedangkan Aminuddinmendefinisikan puisi dengan “membuat ” dan “pembuatan” karena lewat puisi pada dasarnya seseorang itu telah mencuptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batin.

  • Prosa

Secara umum, prosa adalah karya sastra yang berbentuk tulisan bebas. Bersifat bebas artinya prosa tidak terikat dengan aturan-aturan tulisan seperti rima, diksi, irama,. Makna kata dalam prosa sifatnya denotative atau mengandung makna sebenarnya. Jikaterdapat kata-kata kiasan, kata-kata tersebuthanya menjadi ornamen di beberapa bagian untuk menekankan atau memperindah tulisan dalam prosa.

Jenis-jenis prosa menurut masanya terdiri dari prosa lama dan prosa baru. Prosa lama seperti hikayat, sejarah, dongeng dan lain lain. Sementara itu prosa baru terdiri dari Novel, Cerpen, Kritik, Biografi, Esai, dan lain-lain. Kaitannya dengan prosa yang bersifat karangan fiktif seperti dongeng, novel atau cerpen, maka kemudian dikenal istilah prosa fiksi.

2.1.2. Unsur-unsur Karya Sastra

Di dalam karya sastra terdapat dua unsur pembangun sebuah karya sastra, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

  1. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra.Menurut Fanani (1994:15-16) unsur –unsur intrinsik karya sastra adalah tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan gaya bahasa.Berikut adalah unsur intrinsik dari karya sastra :

  1. Tema

Tema merupakan suatu ide pokok, dapat juga dikatakan sebagai pikiran atau perasaan pengarang karena di dalam sebuah cerita terdapat suatu bayangan mengenai pandangan hidup atau citra pengarang tentang cara memperlihatkan masalah.

Fungsi sebuah tema adalah memberi masukan bagi elemen struktural lain, seperti plot, tokoh, dan latar; fungsi dalam prosa yang terpenting adalah menjadi elemen penyatu terakhir keseluruhan cerita. Artinya, pengarang menciptakan dan membentuk plot, membawa tokoh menjadi hidup, baik secara sadar atau tidak, tersurat maupun tersirat, pada dasarnya merupakan perilaku yang dituntun oleh tema yang dipilih dan telah mengarahkanya.

Baca Juga :  MEWUJUDKAN SEKOLAH BERSINAR (BERSIH NARKOBA)

Beberapa ahli mengemukakan teori mengenai tema, yaitu

Kosasih (2012: 40-41) berpendapat bahwa tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita.

Tarigan (1993:125) mengemukakan bahwa Tema adalah pandangan hidup yang tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.”

Nurgiyantoro(2009:70) yang mengemukakan bahwa Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari sebuahnovel. Gagasan umum ini digunakan oleh penulis untuk mengembangkan sebuah karya sastra dan pembaca harusmampu untuk mengetahui tema apa yang  terdapat pada keseluruhan cerita.”

Berdasarkan pendapat para ahli bahasa tersebut dapat disimpulkan bahwa tema merupakan gagasan dasar padasuatu cerita dan mengandung makna keseluruhan yang selalu berkaitan dengan makna kehidupan dan bersifatmengikat keseluruhan masalah yang ada dalam cerita.Tema dapat dilihat sebagai dasar umum sebuah karya yangdigunakan untuk mengembangkan cerita dan dapat menimbulkan konflik pada karya sastra.

  • Tokoh dan Perwatakan

MenurutAbrams (Nurgiyantoro, 2007:165):

“Tokoh adalahorang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apayang dilakukan dalam tindakan.”

Sedangkan Jones (Nurgiyantoro, 2007:165) menyatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang digambarkan dalam cerita.

Tokoh merupakan pelaku dalam karya sastra, dari segi peranan atau tingkat pentingnya dibagi menjadi dua, yakni tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak selalu diceritakan dan terkadang juga tidak terlalu penting, namun beberapa ada yang memiliki hubungan dengan tokoh utama. Penokohan ini dapat digambarkan oleh penulis melalui penampilan fisik, sudut pandang penulis atau lawan bicara dari tokoh tersebut, sehingga pembaca dapat mengetahui bagaimana watak dari tokoh tersebut.

  • Latar/ Setting

Latar atau setting adalah salah satu unsur intrinsik pada karya sastra yang meliputi ruang, waktu serta suasana yang terjadi pada suatu peristiwa didalam karya sastra. Latar boleh diartikan sebagai waktu atau berlangsungnya suatu peristiwa karena latar itu sekaligus merupakan lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonomia atau metafora untuk mengekspresikan para tokoh(Wellek and Warren, 1995:290-300).

Latar atau setting pada sebuah cerita dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

  • Latar Tempat 

Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita.

  • Latar Waktu

Latar Waktu menggambarkan kapan sebuah peristiwa itu terjadi. Dalam sebuah cerita sejarah, hal ini penting diperhatikan. Sebab waktu yang tidak konsisten akan menyebabkan rancunya sejarah itu sendiri.

  • Latar Suasana

Latar suasana menjelaskan suasana apayang sedang dialami oleh tokoh pada suatu cerita

  • Alur

Alur adalah urutan peristiwa dalam sebuah cerita yang sambung menyambung berdasarkan hubungan sebab-akibat. Aristotle mengemukakan sebuah teori mengenai alur cerita, plot of a tragedy should be logical and flow in a reasonable and realistic manner. Alur cerita akan memudahkan pembaca dalam memahami peristiwa dalam sebuah cerita, misalnya cerita pada novel atau cerita pendek. Alur tidak hanya berkaitan dengan apa yang terjadi, tetapi juga mengungkap mengapa dan bagaimana suatu peristiwa dan konflik dalam cerita bisa terjadi.

  • Sudut Pandang

Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam pengisahan cerita karya sastra, dimana pengarang dapat megisahkan posisisudut pandang tersebutdengan dua cara, yaitu :

  • Dengan sudut pandang orang pertama : Aku Pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh di dalam cerita yang menjadi pelaku utama. Melalui tokoh “Aku” inilah pengarang mengisahkan kesadaran dirinya sendiri (self consciousness); mengisahkan peristiwa atau tindakan. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang diketahui, didengar, dialami, dan dirasakan tokoh “Aku”. Tokoh “Aku” menjadi narator sekaligus pusat pencitraan.
  • Dengan metode orang ketiga : Dia, MerekaPengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam SP ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; “Dia”.
  • Pesan Moral

Pesan moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang tentang pandangannya terhadap nilai-nilai kebenaran dan hal-hal yang ingin disampaikan kepada pembaca.

Teori mengenai amanat atau pesan moral dinyatakan oleh Kenny (1966:89) dalam buku Nurgiyantoro (2009:321) bahwa : 

“Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi yang mengacu pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan yang dihadirkan pengarang melalui tokoh-tokoh di dalamnya.”

Dalam hal ini amanat atau pesan moral dalam suatu cerita itu tidak dapat diketahui dengan jelas, tetapi biasanya perilaku tokoh merupakan sumber utama yang dapat menentukan amanat sebuah cerita, dan dilukiskan melalui tingkah laku atau watak para tokoh yang berperan dalam cerita tersebut, dialog dalam cerita, dan peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita. Tokoh dalam cerita dapat menggambarkan nilai-nilai tertentu. Selain itu,pesan moral dapat disampaikan melalui alur sebuah cerita. . Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kebenaran dan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun untuk dijadikan pemikiran atau perenungan oleh pembaca.

Seringkali pesan moral bersangkutan dengan persoalan hidup manusia, seperti :

  • Hubungan manusia dengan diri sendiri
  • Hubungan manusia dengan manusia lain
  • Hubungan manusia dengan Tuhan

Pesan atau amanat pesan yang disampaikan oleh penulis dalam karya sastratersebut.Sebuah karya sastraharus bisa merubah sudut pandang pembacanya menjadi lebih positif. Pesan atau amanat tersebut bisa disampaikan secara langsung atau tersirat dari apa yang dialami para tokoh dalam kisah tersebut.

  • Unsur Ekstrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur luar yang berpengaruh pada karya sastra. Unsur-unsur ekstrisik berupa latar belakang pengarang, kondisi sosial budaya, dan tempat atau lokasi karya sastra tersebut dibuat. Unsur ekstrinsik mengacu kepada faktor luar dari karya sastra tetapi masih ada kaitannya dengan isi dari karya tersebut.

Menurut Nurgiyantoro (2009:23) unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya fiksi yang mempengaruhi lahirnya karya,namun tidak menjadi bagian dalam karya fiksi itu sendiri. Kemudian Wellek and Warren (Nurgiyantoro, 2009:23) menyatakan bahwa : 

“Unsur eksrinsik merupakan keadaan subjektivitas pengarang yang tentang sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang melatarbelakangi lahirnya suatu karya fiksi, dpat dikatakan unsur biografi pengarang menentukan ciri yang akan dihasilkan.”

Unsur ekstrinsik cerita pendek antara lain :

  1. Latar belakang penciptaan, contohnya latar belakang yang berkaitan dengan tujuan karya sastra cerita pendek itu dibuat.
  2. Latar belakang sejarah pengarang seperti unsur-unsur yang berkaitan dengan kondisi sosial sang penulis.
  3. Kondisi masyarakat, contohnya seperti hal-hal yang berkaitan dengan kondisi masyarakat ketika cerita pendek atau karya sastra itu dibuat.4.Unsur psikologis, unsur ini berkaitan dengan psikologis sang penulis.

Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang berada diuar karya sastra yang dapat dijadikan pembentuk sebuah karya sastra. Jadi pengarang sebuah karya sastra membuat tinjauan lain yang dapat mendukung terbuatnya suatu karya sastra, misalnya seperti pengetahuan tentang psikologi, sosiologi, filsafat, dan ilmu lainnya yang dapat mendukung pembuatan suatu karya sastra.

2.2. Motivasi

2.2.1. Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan akar kata dari bahasa Latin movore, yang berarti gerak atau dorongan untuk bergerak. Motivasi dalam Bahasa Inggris berasaldari kata motive yang berarti daya gerak atau alasan. Motivasi dalam Bahasa Indonesia, berasal dari kata motif yangberarti daya upaya yang mendorong seseorang melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam diri subyek untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan. Motif tersebut menjadi dasar kata motivasi yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Penggunaan istilah motif dan motivasi dalam pembahasan psikologi terkadang berbeda. Motif dan motivasi digunakan bersama dalam makna kata yang sama, hal ini dikarenakan pengertian motif dan motivasi keduanya sulit dibedakan. Motif adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan tertentu. Motif merupakan tahap awal dari motivasi.

Motif dan daya penggerak menjadi aktif, apabila suatu kebutuhan dirasa mendesak untuk dipenuhi. Motif yang telah menjadi aktif inilah yang disebut motivasi. Motivasi dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong

seseorang untuk memenuhi kebutuhan.

Beberapa ahli memberikan batasan tentang pengertian motivasi, antara lain sebagai berikut:

  1. Menurut Mc. Donald, motivasi adaalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
  2. Menurut Thomas M. Risk, motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri siswa yang menunjang kearah tujuan-tujuan belajar.
  3. Menurut Chaplin, motivasi adalah variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu didalam membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju suatu sasaran.
  4. Menurut Tabrani Rusyan, motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.
  5. Menurut Dimyati dan Mudjiono, di dalam motivasi terkandung adanya keinginan mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.
Baca Juga :  Selamat & Sukses atas dilantiknya Pengurus MKKS SMP Kab. Kuningan 2022-2025

Dari pendapat beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang dirangsang oleh faktor internal dalam diri seseorang dalam mencapai apa yang diinginkan, adapun dorongan tersebut bersifat positif  mengarah kepada pembelajaran dan kebutuhan setiap manusia yang ingin meraih hidup lebih baik dalam segala hal.

2.2.2. Fungsi Motivasi

Fungsi motivasi adalah sebagai berikut:

  1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan.
  2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan.
  3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya motivasi akan berfungsi sebagai penentu cepat lambanya suatu pekerjaan.
  4. Motivasi berfungsi sebagai penolong untuk berbuat mencapai tujuan.
  5. Penentu arah perbuatan manusia, yakni kearah yang akan dicapai.
  6. Penyeleksi perbuatan, sehingga perbuatan manusia senantiasa selektif dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.

2.2.3. Komponen Motivasi

Motivasi memiliki dua komponen, yaitu: komponen dalam (inner component) dan komponen luar (outer component). Komponen dalam ialah perubahan dalam diri seseorang, keadaan merasa tidak puas dan ketegangan psikologis. Komponen luar ialah apa yang diinginkan seseorang, tujuan yang menjadi arah kelakuannya. Berdasarkan definisi tersebut, komponen dalam ialah kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar ialah tujuan yang hendak dicapai.

2.2.4. Macam-Macam Motivasi

Pendapat mengenai macam-macam motivasi adalah sebagai berikut:

  1. Menurut Chaplin, motivasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
  2. Physiological drive, yaitu: Dorongan yang bersifat fisik, seperti lapar, haus, seks dan sebagainya.
  3. Social motives, yaitu: Dorongan-dorongan yang berhubungan dengan orang lain, seperti estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik, dan etis.
  4. Menurut Woodworth dan Marquis, motivasi digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
  5. Kebutuhan-kebutuhan organis, yaitu motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan bagian dalam, seperti: makan, minum, bergerak dan istirahat/tidur, dan sebagainya.
  6. Motivasi darurat yang mencakup dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dorongan untuk berusaha, dorongan untuk mengejar. Motivasi ini timbul jika situasi menuntut timbulnya kegiatan yang cepat dan kuat dari diri seseorang.Pada motivasi darurat motivasi bukan timbul atas keinginan seseorang tetapi karena perangsang dari luar.
  7. Motivasi obyektif, yaitu motivasi yang diarahkan kepada obyek atau tujuan disekitar kita. Motivasi ini mencakup kebutuhan eksplorasi, manipulasi dan menaruh minat Motivasi ini timbul karena adanya dorongan untuk menghadapi dunia secara efektif.
  8.  

2.3. Belajar

2.3.1. Pengertian belajar

Menurut Oemar Hamalik, belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.  Sardiman menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mengamati, meniru, dan mendengarkan. Sudjana berpendapat bahwa belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat, namun belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Menurut Muhibbin Syah, belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang menyebabkan proses kognitif. 

Selain pendapat tersebut, terdapat sejumlah definisi belajar menurut beberapa tokoh, antara lain:

  1. Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975) bahwa, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya secara berulang-ulang dalam situasi tersebut. Perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaankeadaan sesaat seseorang, misalnya kelelahan, dan pengaruh obat.
  2. Gagne, dalam buku The Condition of Learning (1977), menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama-sama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi ke waktu sesudah ia mengalami situasi tersebut.
  3.  Morgan, dalam buku Introduction of Psychology (1978), berpendapat bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.
  4. Witherington, dalam buku Educational Phychology, berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru darireaksiyang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar proses dalam menempuh sebuah perubahan yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dan tujuan akhirnya adalah ada perubahan sikap.

2.3.2. Tujuan Belajar

Tiga jenis tujuan belajar Menurut Sardiman A.M adalah sebagai berikut:

  1. Mendapatkan pengetahuan, ditandai dengan kemampuan berpikir. Pengetahuan dan kemampuan berpikir menjadi hal yang tidak dapat terpisahkan. Seseorang tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa ada bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan.
  2. Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep atau merumuskan konsep merupakan suatu keterampilan. Keterampilan jasmani adalah keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan terlihat pada keterampilan gerak/penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Teknik dan pengulangan termasuk ke dalam keterampilan jasmani .Keterampilan rohani menyangkut persoalan–persoalan abstrak, persoalan penghayatan, keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu konsep atau masalah. Keterampilan dapat dididik dengan banyak melatih kemampuan.

  • Pembentukan sikap

Pembentukan sikap mental, perilaku, pribadi siswa, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam

pendekatannya. Pembentukan sikap mental dan perilaku siswa tidak terlepas dari soal penanaman nilai-nilai (transfer of values). Oleh karena itu, guru tidak hanya sekedar sebagai pengajar, tetapi sebagai pendidik yang akan memindahkan nilainilai itu kepada anak didiknya.

2.3.3. Prinsip-Prinsip Belajar

Prisip-prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan didalam proses belajar mengajar.

Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip belajar. Menurut Soekamto dan Winataputra, terdapat beberapa prinsip dalam belajar, yaitu:

  1. Apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar. Untuk itu, siswa harus bertindak aktif.
  2. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.
  3. Siswa akan dapat belajar dengan baik apabila terdapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.
  4. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar mengajar lebih berarti.
  5. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.

2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan kecakapan seseorang. Berhasil atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor.Menurut Ngalim Purwanto, faktor-faktor dalam belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

  1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri atau disebut dengan faktor individual. Contoh faktor individual, adalah faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
  2. Faktor yang ada diluar individu atau disebut dengan faktor sosial. Faktor-faktor yang tergolong faktor sosial diantaranya adalah faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.

2.4. Motivasi Belajar

2.4.1. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi belajar terdiri dari dua kata yang mempunyai pengertian sendiri-sendiri. Dua kata tersebut adalah motivasi dan belajar. Motivasi belajar adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan potensial yang dilandasi tujuan untuk mecapai tujuan tertentu. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Hakikat motivasi belajar adalah adanya dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Menurut Faturrohman dan Sulistyorini, motivasi

Baca Juga :  Fokus Belajar dan Perbaiki Akhlak

belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang ada didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan memberi arah kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh siswa yang bersangkutan sebagai subyek belajar. Motivasi belajar menurut Amier Daein Indrakusuma mengemukakan motivasi belajar adalah kekuatan-kekuatan atau tenaga-tenaga yang dapat memberikan dorongan kepada kegiatan belajar murid. Menurut Nyayu Khodijah, motivasi belajar adalah dorongan yang menjadi penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dan mencapai suatu tujuan yaitu untuk mencapai prestasi.

2.4.2. Prinsip Motivasi Belajar

Peran motivasi dalam belajar akan lebih optimal, jika dapat menjalankan prinsip-prinsip motivasi dalam aktivitas belajar. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

  1. Motivasi sebagai penggerak yang mendorong aktivitas belajar.
  2. Motivasi intrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik dalam belajar.
  3. Motivasi berupa pujian lebih baik daripada berupa hukuman.
  4. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan belajar.
  5. Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar.
  6. Motivasi melahirkan motivasi dalam belajar

2.4.3. Peran Motivasi Belajar

Secara umun terdapat dua peranan penting motivasi dalam belajar, yaitu

  1. Motivasi merupakan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar demi mencapai tujuan.
  2. Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar.

2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Ali Imron berpendapat bahwa terdapat enam unsur yang dapat mempengaruhi motivasi dalam proses

pembelajaran. Keenam faktor tersebut yaitu:

  1. Cita-cita/aspirasi belajar.

Motivasi seorang siswa menjadi begitu tinggi ketika siswa tersebut sebelumnya sudah memiliki cita-cita.

  • Kemampuan pembelajar.

Siswa yang mengetahui kemampuannya dalam bidang tertentu akan termotivasi dengan kuat untuk menguasai dan mengembangkan kemampuan dibidang tersebut.

  • Kondisi pembelajar.

Kondisi fisik dan psikis siswa dapat mempengaruhi motivasinya. Kondisi fisik siswa yang terlalu lelah akan menyebabkan siswa memiliki kecenderungan motivasi belajar yang rendah untuk melakukan berbagai aktivitas. Kondisi psikis yang tidak bagus, misalnya stress maka motivasinya akan menurun dan sebaliknya, jika kondisi psikologi siswa sedang bagus, gembira atau menyenangkan maka kecenderungan motivasinya akan tinggi.

  • Kondisi lingkungan pembelajar.

Kondisi fisik dan lingkungan sosial yang mengitari pembelajar, misal kondisi fisik yang tidak nyaman untuk belajar, maka akan menyebabkan menurunnya motivasi. Lingkungan sosial siswa juga dapat mempengaruhi motivasi belajar, sebagai contoh teman sepermainan, lingkungan keluarga dan teman  sekelasnya. Lingkungan yang tidak menunjukkan kebiasaan belajar dan mendukung kegiatan belajar akan dapat berpengaruh pada rendahnya motivasi belajar.

  • Unsur-unsur dinamis siswa dan upaya guru dalam menyampaikan pembelajaran. Faktor dinamisasi belajar juga dapat berpengaruh. Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana upaya memotivasi siswa tersebut dilakukan, upaya tersebut dapat berkaitan dengan bahan ajar dan alat bantu belajar yang digunakan , serta suasana belajar siswa. Semakin dinamis suasana belajar, semakin memberi motivasi yang kuat dalam proses pembelajaran.

2.4.5. Ciri-ciri siswa yang termotivasi

Motivasi yang ada pada diri setiap orang menurut Sardiman dapat dilihat dari ciri-ciri yang dimilikinya. Ciri-ciri tersebut adalah:

  1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak berhenti sebelum selesai).
  2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).
  3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.
  4. Lebih senang bekerja mandiri.
  5. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal yang bersifat mekanis dan berulang-ulang sehingga kurang kreatif).
  6. Mempertahankan pendapatnya jika sudah yakin terhadap sesuatu.
  7. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini.
  8. Senang mencari dan memecahkan soal-soal

2.5Hakikat Pembelajaran Sastra

Moody (1996: 15-24) menyebutkan bahwa pembelajaran sastra dapat; membantu keterampilan berbahasa anak, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, menunjang pembentukan watak. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa sastra merupakan sumber berbagai cita rasa di antaranya cita rasa moral dan sosial. Oleh karena itu, sastra sangat layak untuk menjadi sumber pembelajaran bagi para siswa. Siswa yang belajar sastra diharapkan mempunyai tingkat moral dan sosial yang tinggi. Hai itu merupakan keinginan dunia pendidikan. 

Kern (2000: 16-17) memberikan tujuh prinsip berkaitan dengan penerapan pembelajaran sastra. Ketujuh prinsip itu meliputi (1) interpretasi, (2) kolaborasi, (3) konvensi, (4) pengetahuan budaya, (5) pemecahan masalah, (6) refleksi, dan (7) penggunaan bahasa. Prinsip tersebut dalam penerapannya terintegrasi ke dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, serta ke dalam komunikasi secara umum. Prinsip Kern tersebut sangat jelas mengisyaratkan bahwa pembelajaran sastra dilakukan dalam bentuk aktivitas nyata yang dilakukan secara langsung oleh siswa dan bukan pemindahan isi semata. 

Oemarjati (2005) menegaskan bahwa jika siswa kita hadapkan sebagai subyek pengajaran, kita harus menyadari bahwa setiap siswa merupakan individu, sekaligus sesuatu totalitas yamg kompleks, yang menyimpan sejumlah kecakapan. Dalam kegiatan belajar mengajar, kecakapan itulah yang perlu dikenali, ditumbuh kembangkan. Berkaitan dengan pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan itu adalah yang bersifat (1) indrawi, (2) nalar, (3) afektif, (4) sosial, dan (5) religius. 

Dari pernyataan di atas, teramat jelas bahwa sastra sangat dibutuhkan bagi pengembangan generasi muda dalam menjalani kehidupan kelak. Sastra menjadi penitn untuk memenuhi kebutuhan itu, sastra haruslah dikemas dengan daya implementasi yang mengedepankan konteks pembelajar. 

Namum persepsi penting itu hanya sebatas memasukkan sastra dalam pelengkap pembelajaran bahasa di kelas. Maka pembelajaran sastra tidak berdiri sendiri. Padahal dari waktu ke waktu semua orang mengatakan bahwa sastra teramat penting diajarkan di sekolah. Jalan yang dapat ditempuh, meskipun sastra melekat dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah dengan mendesain pembelajaran sasta menjadi bermakna dan berkesan.

2.6Permasalahan Pembelajaran Sastra Di Indonesia

Pembelajaran sastra di Indonesia disajikan secara integratif dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Dampak yang muncul dari pengintergrasian tersebut adalah (1) ketidakseimbangan bobot materi dan cara penyajiaan bahasa dengan sastra, (2) guru rata-rata lebih mengedepankan pembelajaran bahasa dari pada sastra, (3) sastra disajikan dengan gaya yang sama saat guru mengajarkan bahasa, dan (4) pembelajaran sastra disajikan dengan cara kognitif akibat ketidaktersediaan waktu. Dampak tersebut juga disebabkan oleh: 

1) Penidikan diselenggarakan untuk kepentingan penyelenggaraan bukan untuk anak. 

2) Pembelajaran yang diselenggarakan bersifat pemindahan isi. Tugas pengajar hanya sebagai penyampai pokok bahasan. 

3) Aspek afektif cenderung terabaikan. 

4) Pengajar selalu mereduksi teks yang ada dengan harapan tidak salah melangkah. Teks atau buku acuan dianggap segalanya. Jika telah menyelesaikan isi buku acuan, guru dengan bangganya menyatakan bahwa pembelajaran yang dijalaninya berhasil. 

Sastra akan membuat siswa menjadi cerdas secara emosional, moral, sosial, dan sebagainya. Sebaliknya, siswa yang tidak akan tersentuh oleh kegiatan bersastra akan menjadi tidak mempunyai kecerdasan emosional. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah biasanya; (1) menyikapi kritik yang diberikan kepadanya sebagai serangan pribadi bukan sebagai keluhan yang harus dihadapi, (2) gampang mengkritik tetapi kikir memuji, (3) menganggap diri lebih dari diri orang lain atau egoistis, (4) tidak memperhatikan orang disekelilingnya atau lingkungannya, dan (5) marah menjadi bagian manajemen dirinya. 

Banyak orang yang gagal karena tidak mampu mengelola emosinya. Kelemahan mengelola emosi itu karena kecerdasan emosinya tidak perna diasah. Padahal dalam diri manusia terdapat simpul-simpul kecerdasan yang kalau digesek atau diasah akan dapat tajam dan memiliki kekuatan dalam mengelola kecerdasan itu. Kegiatan bersastra dipandang mampu menggesek atau mengasah emosional siswa. Siswa melalui kegiatan bersastra mempunyai alternatif emosional karena mengenal berbagai macam realitas emosional seseorang.