PENERAPAN METODE INDUKTIF PADA PEMBELAJARAN A`DAD DAN MA`DUD UNTUK MENCIPTAKAN PESERTA DIDIK BERPIKIR HOTS
Nama Penulis: Anang Sukmana, S.Pd.I
Email: @gmail.com
Tanggal Pembuatan: 5 November 2021
Abstrak:
Adad is a word that shows the amount of something, while madud is something that explains adad, with the form of isim nakirah which falls after adad. In the arrangement of adad and madud there are 4 kinds: 1) adad mufrad, 2) adad murakab, 3) adad ma`tuf, 4) adad uqud. To understand the four types of arrangement, it is very difficult for students to understand if it is conveyed using a deductive method (al qiyasiyah) which focuses on explaining only the theory of rules. For this reason, in this study, the author gives an example of learning material adad madud. using the inductive method. In the inductive method, students are required to “play an active role” in analyzing examples to get a conclusion from these examples. This method has similarity to the Scientific learning model (PBL, PJBL, Inquiry Learning and Discovery Learning) where students are required to think HOTS (Higher Order Thinking) because in this learning activity students will analyze examples. – xamples, make comparative evaluations of examples and make conceptual conclusions from these examples. The research method used in this research is descriptive qualitative which is based on the experience gained during learning and literature review. The purpose of this research is to provide an overview of the presentation of adad and madud material using an inductive method . which shows active and innovative learning that brings students to think critically, creatively, collaboratively and communicatively.
Kata kunci : Metode pembelajaran induktif, A`dad ma`dud dan HOTS
Adad adalah kata yang menunjukan jumlah seuatu,sedangkan madud adalah sesuatu yang menjelaskan adad, dengan bentuk isim nakirah yang jatuh setelah adad, irabnya kadang di mansubkan, di jarkan atau lainya tergantung bentuk susunan adadnya. Pada susunan adad dan madud terdapat 4 macam : 1) adad mufrad, 2)adad murakab, 3)adad ma`tuf, 4) adad uqud.
Untuk memahami dari empat macam susunan tersebut sangat sulit dipahami oleh peserta didik jika di sampaikan dengan metode deduktif (al qiyasiyah)yang menitik beratkan pada penjelasan teori kaidah saja.untuk itu dalam penelitian ini penulis mencontohkan pembelajaran materi adad madud menggunakan metode induktif. Dalam metode induktif peserta didik di tuntut untuk berperan aktif dalam menganalisa contoh – contoh sampai mendapatkan sebuah kesimpulan dari contoh contoh tersebut. Metode ini memiliki kemiripan dengan model pembelajaran Saintifik (PBL,PJBL,Inquiri Learning dan Discoveri Learning) dimana siswa di tuntut untuk berpikir HOTS (Higher Order Thinking)karena dalam kegiata pembelajaran ini siswa akan melakukan analisa contoh – contoh ,membuat evaluasi perbandingan contoh- contoh dan membuat kesimpulan konsep dari contoh – contoh tersebut.
Metode penelitian yang di gunakan dalam peneliatian ini adalah kualitatif deskriftip yang dasarkan atas pengalaman yang di dapat selama pembelajaran dan kajian litratur . tujuan penilitian ini adalah memberikan gambaran penyajian materi adad dan madud menggunakan metode induktif .yang menunjukan pembelajaran aktif dan inovatif yang membawa siswa berpikir kritis, kreatif ,kolaboratif dan komunikatif.
PENDAHULUAN
Menurut Winarno Surakhmad metode adalah cara yang sebaik-baiknya untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku bagi dunia pendidikan dan pengajaran. Semakin baik metode itu akan semakin efektif pula pencapaian tujuan, dengan memiliki pengertian secara umum mengenai kelemahankelemahannya, seseorang akan lebih mudah memilih dan menetapkan metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.[1]
Berawal dari hasil identifikasi masalah kesulitan dalam memahami materi adad madud yang di alami oleh peserta didik kelas XI di sekolah SMAIT Al- Multazam Kuningan. Dari hasil wawancara dan observasi akar masalah kesulitan yang di alami peserta didik dapat di simpulkan bahwa penggunaan metode pengajaran a`dad dan ma`dud kurang tepat.selamam ini penyajian materi adad madud menggunakan metode deduktif yaitu dimulai dengan penyajian kaidah diikuti dengan contoh-contoh dan dijelaskan secaa rinci dan panjang lebar. Peran guru dalam metode ini sangat aktif , sedangkan siswa terkesan pasif, hal ini bertentangan dengan model pembelajran berbasis HOTS atau yang sering disebut sebagai kemampuan Keterampilan atau konsep berpikir tingkat tinggi . dimana kegiatan pelaksanaan pembelajaran berbasis HOTS menekankan pada pembelajaran berpusat pada peserta didik atau dikenal dengan istilah student center learning (SCL).
Sebagai solusi dari masalah di atas penulis menawarkan penyajian materi adad dan madud menggunakan metode induktif.
Istilah induktif merupakan jenis metode dalam penalaran atau logika. Sehingga dikenal istilah penalaran induktif atau logika induktif. Istilah-istilah yang juga dikenal dalam ranah tersebut seperti silogisme, premis,, proposisi,, dan sebagainya. Istilah induktif kemudian berkembang dan sdigunakan dalam bidang lainnya sebagai metode penelitian hingga pendekatan dalam pembelajaran, termasuk pembelajaran bahasa dan karakteristik penyajian gramatika.
Pendekatan induktif dalam pembelajaran gramatika Arab adalah pendekatan yang menyajikan contoh-contoh terlebih dahulu sebelum kaidah bahasa Arab. Dalam kaitan dengan pengajaran di kelas, pendekatan induktif diterapkan dengan mengikuti lima langkah, yaitu muqaddimah (pendahuluan), ‘ardh (penyajian materi), rabth (pengaitan dengan materi sebelumnya), istinbath al-qai’dah (penyimpulan kaidah), dan tathbiq (aplikasi kaidah).[2]
penelitian ini menggambarkan langkah –langkah pembelajaran adad dan madud menggunakan metode induktif yang di kombinasikan dengan model pembelajaran problem based learning (PBL).dalam kegiatan pembelajaran tersebut guru hanya sebagai fasilitator ,mensuport , membimbing dan memonitor pembelajran saja,sedangkan peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran tersebut , mulai dari menganalisis,mengumpulkan data,memndiskusikan sampai membuat kesimpulan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif (Sugiyono, 2011: 9) karena bertujuan mendeskripsikan kondisi obyek yang dipelajarinya serta menjelaskan fenomena yang terjadi di dalamnya. Penelitian deskriptif ini juga berkaitan dengan situasi – situasi sosial yang berhubungan dengan aktivitas kebahasaan (Izzudin Musthafa, 2018:83) yaitu untuk mendeskripsikan kegiatan pembelajran materi a`dad dan madud di kelas XI dengan menggunakan metode induktif.
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata- kata dan tindakan (Wildan Taufik, 2018: 88) yang dalam hal ini meliputi wawancara hasil refleksi pembelajaran pada peserta didik dan guru mata pelajaran , selebihnya adalah tambahan yang meliputi sumber tertulis seperti jurnal, majalah, arsip- arsip, dokumen, foto maupun data statistik yang ada kaitannya dengan penelitian[3] .
Data pada penelitian ini diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi selanjutnya dianalisis melalui kegitan – kegiatan berikut: reduksi data dimana pada kegiatan ini data yang banyak, kemdian data disajikan melalui urain singkat dan dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan

KAJIAN TEORITIS
- Metode Khusus Pembelajaran Sintaksis atau Qawa’id
Effendy (2005:29) menyatakan bahwa dalam hal metode pembelajaran bahasa Arab, setiap metode memiliki landasan-landasan teoritis dan empiris. Secara skeptis bisa dikatakan bahwa tampaknya semua metode ada baiknya. Pada kenyatannya, hingga saat ini, tidak ada metode (yang paling kuno sekalipun) yang mati atau ditinggalkan sama sekali, dan tidak ada pula metode yang paling dominan sepanjang waktu atau disemua tempat. Ini terjadi karena pemilihan suatu metode ditentukan oleh banyak faktor, antara lain: Tujuan pengajaran, latar belakang, bahasa pelajar, usia pelajar, waktu yang tersedia, kesiapan guru,dan faktor sosiokultural.[4]
Dalam pembelajaran a`dad dan ma`dud tidak terlepas kaitannya dengan kaidah atau qowaid bahasa arab ,ada beberapa metode yang biasanya di gunakan pada materi qowaid tersebut.
Metode-metode tersebut adalah:
- Al-Tharîqah Al-Qiyâsiyyah (Metode Deduktif)
Metode ini merupakan pioner dalam khazanah metode pengajaran nahwu dan memiliki peran penting dalam sistem pembelajaran klasik. Metode ini disusun berdasarkan pola pikir deduktif, berpikir dari umum ke khusus, dari m’lûm ke majhûl, dari ketentuan umum menuju penerapan khusus, dari kulli ke juz’i, dari kaidah menuju contoh. Alqiyâs (analogi) dilakukan setelah mengetahui al-maqîs ‘alaih (kaidah) sebagai model imitatif. Langkah-langkah metode ini adalah;
- Guru menyebutkan kaidah (ta’rîf) atau konsep umum;
- Guru menjelaskan kaidah dengan menyertakan contoh-contoh;
- Penerapan kaidah-kaidah dalam contohcontoh yang lebih luas.
Metode ini tergolong gampang dilaksanakan dengan waktu yang relatif singkat sehingga metode ini banyak digunakan dalam pengajaran nahwuu. Tapi metode ini membiasakan anak didik menghafal kaidah dan menirukan contoh-contohnya sehingga menyebabkan anak kurang aktif. Sedangkan dari aspek logika pengajarannya, metode ini dimulai dengan kaidah-kaidah umum yang biasanya menyulitkan bagi anak untuk memahaminya, sehingga metode ini menyalahi prinsip pengajaran bahwa pengajaran harus dimulai dengan sesuatu yang mudah menuju yang sulit.
- Al-Tharîqah Al-Istiqrâiyyah (Metode Induktif)
Munculnya metode ini dilatarbelakangi oleh lima langkah pengajaran yang dikemukakan oleh filosof Jerman Frederick Herbart (1776-1844), yaitu: appersepsi, penyajian materi, korelasi materi, konklusi dan aplikasi. Metode ini disusun berdasarkan pola pikir induktif, berpikir dari khusus ke umum, dari penerapan-penerapan khusus menuju ketentuan umum, dari contoh kepada konsep. Metode ini membiasakan siswa untuk menarik kesimpulan sendiri. Walaupun membutuhkan waktu pembelajaran yang agak lama, tapi metode ini mendidik anak untuk menganalisa contoh-contoh yang ada sampai menemukan sendiri kaidah-kaidah yang ada di dalamnya. Pengajaran seperti ini relatif lebih berkesan bagi anak didik.
- al-Tharîqah al-mu’addalah (metode modifikasi)
Metode ini merupakan hasil modifikasi dari dua metode sebelumnya dengan membelajarkan nahwuu
melalui teks dengan topik-topik yang menarik bagi anak. Dari teks tersebut dipilih kalimat-kalimat yang memiliki karakteristik tertentu kemudian dirumuskan kaidah dan terakhir diaplikasikan.
Dalam metode ini, nahwu yang diajarkan bersifat naturalistik, karena nahwu dibelajarkan melalui bahasa dengan sifat-sifat kealamiahannya yang digunakan di dalam teks. Metode ini memuat dua aspek utama, yaitu tarkîb (struktur) dan dalâlah (semantis) sehingga terlihat urgensi nahwu dalam menemukan makna sebuah teks.
- At- Tharîqah an-Nasyâth (Metode aktivitas)
Metode ini menuntut banyak aktifitas peserta didik untuk mengumpulkan kalimat dan struktur yang
mengandung konsep qawa’id yang hendak dipelajari dari berbagai sumber seperti Koran, majalah, atau buku. Lalu guru mengambil kesimpulan terhadap konsep qawa’id itu, lalu menuliskannya, kemudian diaplikasikan dalam contohcontoh lain.
- Tharîqahhal-almusykilât (metode problem solving)
Metode ini dilaksanakan atas dasar penyelesaian kesulitan-kesulitan atau masalah-masalah yang ditemui anak didik ketika berbicara ataupun menulis, sehingga pelajaran ta’bîr atau qirâ’ah bisa menjadi langkah awal untuk mendeteksi kesulitan-kesulitan nahwu yang dihadapi anak didik, kemudian guru mengarahkankan perhatian anak bahwa kesulitan nahwu tersebut akan menjadi topik
bahasan pelajaran nahwu dalam kesempatan berikutnya. Kesulitan-kesulitan nahwu yang dihadapi anak didik juga dapat dideteksi melalui karangan-karangn anak. Kesulitankesulitan tersebut didiskusikan dan kemudian disimpulkan kaidah-kaidah yang terkandung di dalamnya. Metode ini
menuntut kecerdasan guru dalam mendeteksi kesalahankesalahan nahwu yang dilakukan anak didik[5]
.
- A`DAD dan MA`DUD
Ditinjau dari segi kata, lafadz العدد secara etimologi berartihitungan bilangan. Sedang المعدود memiliki arti sesuatu yang dihitung.
Secara garis besar, العدد terbagi menjadi dua, yaitu :
- ‘Adad Asli (العدد الاصلي) ialah bilangan yang menunjukkan banyaknya sesuatu
- ‘Adad Tartib (العدد الترتيبى) Ialah bilangan yang menunjukkan urutan.
‘Adad asli di bagi menjadi empat :
- ‘Adad Mufrod => 1-10
- ‘Adad murokab => 11-19
- ‘Adad Uqud => 20-90
- ‘Adad Ma’tuf => 21-29 sampai dengan 91-99
Ada 2 rumus yang berlaku dalam penyusunan ‘adad ma’dud:
- Jenis ‘adad sama dari jenis ma’dud
jika ma’dud mudzakkar maka ‘adad mudzakkar, jika ma’dud mu’annats maka ‘adad mu’annats Rumus ini berlaku pada bilangan 1 & 2
معدود | عدد | |
+ | + | المذكر مع المذكر |
– | – | المؤنث مع المؤنث |
- Jenis ‘adad merupakan kebalikan dari jenis ma’dud
Ma’dud mudzakkar maka ‘adad mu’annats, ma’dud mu’annats maka ‘adad mudzakkar
Rumus ini berlaku pada bilangan selain 1 & 2
معدود | عدد | |
+ | – | المذكر مع المؤنث |
– | + | المؤنث مع المذكر |
Catatan:
Untuk menentukan jenis ma’dud, maka dilihat dari bentuk mufrodnya. Apakah ia mudzakkar atau mu’annats.
- Bentuk Bilangan 1 & 2
Pada bilangan ini berlaku rumus yang pertama, yakni jenis ‘adad sama dengan jenis ma’dudnya.
Bilangan 1 dan 2 terdapat pada beberapa ‘adad :
- ‘Adad Mufrod (العدد المفرد)
Bilangan 1 pada adad mufrod berkedudukan sebagai na’atdan ma’dud sebagai man’ut, maka ‘adad selalu mengikuti ma’dudnya seperti ketentuan na’at man’ut.
Contoh :
المعدود المذكر | المعدود المؤنث |
جَاءَ رَجُلٌ وَاحِدٌ | جَاءَتْ امْرَأَةٌ وَاحِدَةٌ |
رَأَيْتُ رَجُلاً وَاحِدًا | رَأَيْتُ امْرَأَةً وَاحِدَةً |
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ وَاحِدٍ | مَرَرْتُ بِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ |
- Bilangan 2 pada adad mufrod seperti na’at man’ut (isim yang ikut pada isim lain dengan menjelaskan salah satu sifat pada isim yang diikuti)
Contoh :
المعدود المذكر | المعدود المؤنث |
جَاءَ رَجُلاَنِ اثْنَانِ | جَاءَتْ امْرَأَتاَنِ اثْنَتَانِ |
رَأَيْتُ رَجُلَيْنِ اثْنَيْنِ | رَأَيْتُ امْرَأَتَيْنِ اثْـنَـتَيْنِ |
مَرَرْتُ بِرَجُلَيْنِ اثْنَيْنِ | مَرَرْتُ بِامْرَأَتَيْنِ اثْـنَـتَيْنِ |
- Adad Murokkab(العدد المركب)
Bilangan 1 dan 2 di ‘adad murokkab berubah menjadi 11 dan 12
Ketentuan:
Untuk bilangan 11, bagian yang pertama menggunakan lafadz احـد untuk ma’dud mudzakar dan menggunakan lafadz احـدي untuk ma’dud muannats,
- Untuk bilangan 12 disamakan dengan isim tasniyah (berhukum mu’rob)
- Aturan yang berlaku pada ma’dud bilangan ini adalah:
- Berbentuk mufrod
- Dibaca nashob
- Sebagai Tamyiz
Contoh:
Bilangan | المعدود المذكر | المعدود المؤنث |
11 | حَاءَ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا مَرَرْتُ بِأَحَدَ عَشَرَ كَوْكَباً | جَاءَتْ اِحْدَي عَشْرَةَ مُسْلِمَةً رَأَيْتُ اِحْدَي عَشْرَةَ مُسْلِمَةً مَرَرْتُ بِإِحْدَى عَشْرَةَ مُسْلِمَةً |
12 | جَاءَ اثْنَا عَشَرَ كَوْكَبًا رَأَيْتُ اثْنَىْ عَشَرَ كَوْكَبًا مَرَرْتُ بِاثْـنَى عَشَرَ كَوْكَبًا | جَاءَتْ اثْنَتَا عَشْرَةَ مُسْلِمَةً رَأَيْتُ اثْنَتَىْ عَشْرَةَ مُسْلِمَةً مَرَرْتُ بِاثْـنَتَىْ عَشْرَةَ مُسْلِمَةً |
- ‘Adad Ma’thuf (العدد المعطوف)
Bilangan 1 dan 2 di ‘adad ma’thuf berubah menjadi 21, 22, 31, 32 dan seterusnya hingga 91, 92.
Adapun aturan yang berlaku pada ma’dud bilangan ini adalah:
- Berupa mufrod
- Dibaca nashob
- Sebagai tamyiz
Contoh:
Bilangan | المعدود المذكر | المعدود المؤنث |
21 | جَاءَ أَحَدَ وَعِشْرُوْنَ طَالِبًا رَأَيْتُ أَحَدَ وَعِشْرِيْنَ طَالِبًا مَرَرْتُ بِأَحَدَ وَعِشْرِيْنَ طَالِبًا | جاَءَتْ اِحْدَي وَعِشْروْنَ طَالِبَةً رَأَيْتُ اِحْدَي وَعِشْرِيْنَ طَالِبَةً مَرَرْتُ بِإِحْدَي وَعِشْرِيْنَ طَالِبَةً |
22 | جَاءَ اثْـنَانِ وَعِشْرُوْنَ طَالِبًا رَأَيْتُ اثْنَيْنِ وَعِشْرِيْنَ طَالِبًا مَرَرْتُ بِاثْـنَيْنِ وَعِشْرِيْنَ طَالِبًا | جَاءَتْ اثْـنَتَانِ وَعِشْرُوْنَ طَالِبَةً رَأَيْتُ اثْنَتَيْنِ وَعِشْرِيْنَ طَالِبَةً مَرَرْتُ بِاثْنَتَيْنِ وَعِشْرِيْنَ طَالِبَةً |
- Bilangan 3- 9
Pada bilangan ini berlaku rumus yang kedua, yakni jenis ‘adad merupakan kebalikan dari jenis ma’dud. Bilangan 3-9 itu bertempat dalam berbagai عدد :
- عدد مفرد
Bilangan 3-9 bertempat dalam عدد مفرد bilangannya tetap 3-9. Bilangan 10 juga masuk dalam aturan ‘adad ini.
Untuk bilangan ini, I’robnya adad adalah sesuai dengan tarkibnya.
Aturan untuk ‘adad ini adalah:
- Jenis ‘adad merupakan kebalikan dari jenis ma’dudnya.
- Berhukum mu’rob sesuai dengan tarkibnya
- Tanda I’robnya adalah sebagaimana tanda I’rob isim mufrod (rofa’ dengan dlommah, nashob dengan fathah dan jer dengan kasroh)
Sedangkan aturan untuk ma’dudnya adalah sebagai berikut:
- Berupa jama’
- Dibaca Jer
- Ma’dud ditarkib sebagai mudlof ilaih dan ‘adad menjadi mudlofnya
Rumus:
معدود | عدد |
+ | – |
– | + |
Contoh:
معدود | عدد |
أيام (+) | ستة (-) |
سنوات (-) | ثلاث (+) |
المعدود المذكر | المعدود المؤنث |
جَاءَ تِسْعَةُ طُلاَّبٍ رَأَيْتُ تِسْعَةَ طُلاَّبٍ مَرَرْتُ بِتِسْعَةِ طُلاَّبٍ | جَاءَتْ تِسْعُ طَالِبَاتٍ رَأَيْتُ تِسْعَ طَالِبَاتٍ مَرَرْتُ بِتِسْعِ طَالِبَاتٍ |
- عدد مركب
Bilangan 3-9 itu bila bertempat dalam عدد مركب maka bilangannya berubah menjadi 13-19.
Aturan untuk ‘adad ini adalah:
- Jenis juz (bagian) yang pertama merupakan kebalikan dari jenis juz yang kedua dan ma’dudnya.
- Berhukum mabni fathah
مذكر | مؤنث |
ثَلاَثَةَ عَشَرَ | ثَلاَثَ عَشْرَةَ |
أَرْبَعَةَ عَشَرَ | أَرْبَعَ عَشْرَةَ |
خَمْسَةَ عَشَرَ | خَمْسَ عَشْرَةَ |
سِتَّةَ عَشَرَ | سِتَّ عَشْرَةَ |
سَبْعَةَ عَشَرَ | سَبْعَ عَشْرَةَ |
ثَمَانِيَةَ عَشَرَ | ثَمَانَ عَشْرَةَ |
تِسْعَةَ عَشَرَ | تِسْعَ عَشْرَةَ |
Sedangkan aturan untuk ma’dudnya adalah:
- Berupa mufrod
- Dibaca nashob
- Sebagai tamyiz
Rumus:
معدود | عدد | |
+ | + | – |
– | – | + |
Contoh:
معدود | عدد | |
طَالِبًا | عَشَرَ | خَمْسَةَ |
طَالِبَةً | عَشْرَةَ | خَمْسَ |
المعدود المذكر | المعدود المؤنث |
جَاءَ خَمْسَةَ عَشَرَ طَالِبًا رَأَيْتُ خَمْسَةَ عَشَرَ طَالِبًا مَرَرْتُ بِخَمْسَةَ عَشَرَ طَالِبًا | جَاءَتْ خَمْسَ عَشْرَةَ طَالِبَةً رَأَيْتُ خَمْسَ عَشْرَةَ طَالِبَةً مَرَرْتُ بِخَمْسَ عَشْرَةَ طَالِبَةً |
Keterangan:
عشرة ketika mu’annats, ش nya disukun. Adapun ketika mudzakkar, ش nya difathah
- عدد معقود
Bilangan 3-9 itu bila bertempat dalam عدد معقود maka bilangannya berubah menjadi 30-90. (ثَلاَثُوْنَ – أَرْبَعُوْنَ – خَمْسُوْنَ – سِتُّوْنَ – سَبْعُوْنَ – ثَمَانُوْنَ – تِسْعُوْنَ). Termasuk dalam ‘adad ini adalah angka 20 (عِشْرُوْنَ)
Aturan untuk ‘adad ini adalah:
- Berhukum mu’rob sesuai dengan tarkibnya
- Tanda I’robnya adalah sebagaimana tanda isim jama’ mudzakkar salim (rofa’ dengan wawu, nashob dengan ya’, jer dengan ya’)
Adapun aturan untuk ma’dudnya adalah:
- Berupa mufrod
- Dibaca nashob
- Sebagai Tamyiz
Contoh:
المعدود المؤنث | المعدود المذكر |
جَاءَتْ سَبْعُوْنَ طَالِبَةً رَأَيْتُ سَبْعِيْنَ طَالِبَةً مَرَرْتُ بِسَبْعِيْنَ طَالِبَةً | جَاءَ سَبْعُوْنَ طَالِبًا رَأَيْتُ سَبْعِيْنَ طَالِبًا مَرَرْتُ بِسَبْعِيْنَ طَالِبًا |
- عدد معطوف
Bilangan 3-9 itu bila bertempat dalam عدد معطوف maka bilangannya berubah menjadi 23-29 sampai 93-99.
Aturan untuk ‘adad ini adalah:
- Jenis juz (bagian) yang pertama merupakan kebalikan dari jenis ma’dudnya.
- Berhukum mu’rob sesuai dengan tarkibnya
- Tanda I’robnya adalah :
– Untuk juz yang pertama sebagaimana tanda I’rob isim mufrod (rofa’ dengan dlommah, nashob dengan fathah dan jer dengan kasroh)
– Untuk juz yang kedua sebagaimana tanda I’rob isim jama’ mudzakkar salim (rofa’ dengan wawu, nashob dengan ya’ dan jer dengan ya’)
مذكر | مؤنث |
ثَلاَثَةٌ وَعِشْرُوْنَ أَرْبَعَةٌ وَعِشْرُوْنَ خَمْسَةٌ وَعِشْرُوْنَ سِتَّةٌ وَعِشْرُوْنَ سَبْعَةٌ وَعِشْرُوْنَ ثَمَانِيَةٌ وَعِشْرُوْنَ تِسْعَةٌ وَعِشْرُوْنَ | ثَلاَثٌ وَعِشْرُوْنَ أَرْبَعٌ وَعِشْرُوْنَ خَمْسٌ وَعِشْرُوْنَ سِتٌّ وَعِشْرُوْنَ سَبْعٌ وَعِشْرُوْنَ ثَمَانٌ وَعِشْرُوْنَ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ |
ثَلاَثَةٌ وَثَلاَثُوْنَ أَرْبَعَةٌ وَثَلاَثُوْنَ خَمْسَةٌ وَثَلاَثُوْنَ سِتَّةٌ وَثَلاَثُوْنَ سَبْعَةٌ وَثَلاَثُوْنَ ثَمَانِيَةٌ وَثَلاَثُوْنَ تِسْعَةٌ وَثَلاَثُوْنَ | ثَلاَثٌ وَثَلاَثُوْنَ أَرْبَعٌ وَثَلاَثُوْنَ خَمْسٌ وَثَلاَثُوْنَ سِتٌّ وَثَلاَثُوْنَ سَبْعٌ وَثَلاَثُوْنَ ثَمَانٌ وَثَلاَثُوْنَ تِسْعٌ وَثَلاَثُوْنَ |
ثَلاَثَةٌ وَأَرْبَعُوْنَ أَرْبَعَةٌ وَأَرْبَعُوْنَ خَمْسَةٌ وَأَرْبَعُوْنَ سِتَّةٌ وَأَرْبَعُوْنَ سَبْعَةٌ وَأَرْبَعُوْنَ ثَمَانِيَةٌ وَأَرْبَعُوْنَ تِسْعَةٌ وَأَرْبَعُوْنَ | ثَلاَثٌ وَأَرْبَعُوْنَ أَرْبَعٌ وَأَرْبَعُوْنَ خَمْسٌ وَأَرْبَعُوْنَ سِتٌّ وَأَرْبَعُوْنَ سَبْعٌ وَأَرْبَعُوْنَ ثَمَانٌ وَأَرْبَعُوْنَ تِسْعٌ وَأَرْبَعُوْنَ |
ثَلاَثَةٌ وَخَمْسُوْنَ أَرْبَعَةٌ وَخَمْسُوْنَ خَمْسَةٌ وَخَمْسُوْنَ سِتَّةٌ وَخَمْسُوْنَ سَبْعَةٌ وَخَمْسُوْنَ ثَمَانِيَةٌ وَخَمْسُوْنَ تِسْعَةٌ وَخَمْسُوْنَ | ثَلاَثٌ وَخَمْسُوْنَ أَرْبَعٌ وَخَمْسُوْنَ خَمْسٌ وَخَمْسُوْنَ سِتٌّ وَخَمْسُوْنَ سَبْعٌ وَخَمْسُوْنَ ثَمَانٌ وَخَمْسُوْنَ تِسْعٌ وَخَمْسُوْنَ |
ثَلاَثَةٌ وَسِتُّوْنَ أَرْبَعَةٌ وَسِتُّوْنَ خَمْسَةٌ وَسِتُّوْنَ سِتَّةٌ وَسِتُّوْنَ سَبْعَةٌ وَسِتُّوْنَ ثَمَانِيَةٌ وَسِتُّوْنَ تِسْعَةٌ وَسِتُّوْنَ | ثَلاَثٌ وَسِتُّوْنَ أَرْبَعٌ وَسِتُّوْنَ خَمْسٌ وَسِتُّوْنَ سِتٌّ وَسِتُّوْنَ سَبْعٌ وَسِتُّوْنَ ثَمَانٌ وَسِتُّوْنَ تِسْعٌ وَسِتُّوْنَ |
ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ أَرْبَعَةٌ وَسَبْعُوْنَ خَمْسَةٌ وَسَبْعُوْنَ سِتَّةٌ وَسَبْعُوْنَ سَبْعَةٌ وَسَبْعُوْنَ ثَمَانِيَةٌ وَسَبْعُوْنَ تِسْعَةٌ وَسَبْعُوْنَ | ثَلاَثٌ وَسَبْعُوْنَ أَرْبَعٌ وَسَبْعُوْنَ خَمْسٌ وَسَبْعُوْنَ سِتٌّ وَسَبْعُوْنَ سَبْعٌ وَسَبْعُوْنَ ثَمَانٌ وَسَبْعُوْنَ تِسْعٌ وَسَبْعُوْنَ |
ثَلاَثَةٌ وَثَمَانُوْنَ أَرْبَعَةٌ وَثَمَانُوْنَ خَمْسَةٌ وَثَمَانُوْنَ سِتَّةٌ وَثَمَانُوْنَ سَبْعَةٌ وَثَمَانُوْنَ ثَمَانِيَةٌ وَثَمَانُوْنَ تِسْعَةٌ وَثَمَانُوْنَ | ثَلاَثٌ وَثَمَانُوْنَ أَرْبَعٌ وَثَمَانُوْنَ خَمْسٌ وَثَمَانُوْنَ سِتٌّ وَثَمَانُوْنَ سَبْعٌ وَثَمَانُوْنَ ثَمَانٌ وَثَمَانُوْنَ تِسْعٌ وَثَمَانُوْنَ |
ثَلاَثَةٌ وَتِسْعُوْنَ أَرْبَعَةٌ وَتِسْعُوْنَ خَمْسَةٌ وَتِسْعُوْنَ سِتَّةٌ وَتِسْعُوْنَ سَبْعَةٌ وَتِسْعُوْنَ ثَمَانِيَةٌ وَتِسْعُوْنَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُوْنَ | ثَلاَثٌ وَتِسْعُوْنَ أَرْبَعٌ وَتِسْعُوْنَ خَمْسٌ وَتِسْعُوْنَ سِتٌّ وَتِسْعُوْنَ سَبْعٌ وَتِسْعُوْنَ ثَمَانٌ وَتِسْعُوْنَ تِسْعٌ وَتِسْعُوْنَ |
Adapun aturan untuk ma’dudnya adalah:
- Berupa mufrod
- Dibaca nashob
- Sebagai tamyiz
Contoh:
المعدود المذكر | المعدود المؤنث |
جَاءَ خَمْسَةٌ وَسَبْعُوْنَ تِلْمِيْذًا رَأَيْتُ خَمْسَةً وَسَبْعِيْنَ تِلْمِيْذًا مَرَرْتُ بِخَمْسٍ وَسَبْعِيْنَ تِلْمِيْذَةً | جَاءَتْ خَمْسٌ وَسَبْعُوْنَ تِلْمِيْذَةً رَأَيْتُ خَمْسًا وَسَبْعِيْنَ تِلْمِيْذَةً مَرَرْتُ بِخَمْسٍ وَسَبْعِيْنَ تِلْمِيْذَةً |
3. Bilangan Ratusan
(100) => مائة
Bilangan 100 (مائة) itu masuk dalam kategori ‘adad mufrod.
Aturan untuk ‘adad ini adalah:
- Berhukum mu’rob sesuai dengan tarkibnya
- Tanda I’robnya adalah sebagaimana tanda I’rob isim mufrod (rofa’ dengan dlommah, nashob dengan fathah dan jer dengan kasroh)
Adapun aturan untuk ma’dudnya adalah:
- Berupa mufrod
(Menurut ulama’ bashroh, ‘adadnya bilangan ratusan itu harus mufrod, sedangkan menurut ulama’ kufah, ‘adadnya bilangan ratusan itu boleh mufrod atau jama’)
- Dibaca jer
- Sebagai Mudlof ilaih
Rumus:
معدود | عدد |
+ | (مائة) – |
– |
Contoh:
مثل اللذين ينفقون أموالهم فى سبيل الله كمثل حبة أنبتت سبع سنابل فى كل سنبلة مِائَةُ حَبَّةٍ
رَأَيْتُ مِائَةَ نَمْلٍ
مَرَرْتُ بِمِائَةِ اُسْتَاذٍ
200 => مائتان / مائتين
Bilangan ini merupakan bentuk tatsniyah dari 100,
Aturan untuk ‘adad ini adalah:
- Berhukum mu’rob sesuai dengan tarkibnya
- Tanda I’robnya adalah sebagaimana tanda I’rob isim tatsniyah (rofa’ dengan alif, nashob dengan ya’ dan jer dengan ya’)
Adapun aturan ma’dudnya adalah:
- Berupa mufrod
- Dibaca jer
- Sebagai mudlof ilaih
Contoh:
جَاءَتْ مِائَتاَ رَجُلٍ / جَاءَ مِائَتاَ رَجُلٍ
رَأَيْتُ مِائَتَيْ رَجُلٍ
سَلَّمْتُ عَلَى مِائَتَيْ رَجُلٍ
300-400-500-600-700-800-900 => ثَلاَثُمِائَةٍ – أَرْبَعُمِائَةٍ – خَمْسُمِائَةٍ – سِتُّمِائَةٍ – سَبْعُمِائَةٍ – ثَمَانُمِائَةٍ – تِسْعُمِائَةٍ
Jika dirasio, bilangan 300-900 merupakan rangkaian ‘adad yang berasal dari ‘adad mufrod (3-9) yang dimudlofkan (disandarkan) dengan bilangan ratusan. Dengan demikian posisi bilangan ratusan di sini adalah menjadi ma’dudnya.
Maka dari itu kita kembali pada aturan ‘adad mufrod di atas, yakni :
- Juz yang pertama (bilangan 3-9) harus mudzakkar, sebab bilangan ratusan(مائة) yang berkedudukan sebagai ma’dudnya berupa isim mu’annats.
- Bilangan 3-9 berhukum mu’rob sebagaimana tarkibnya, dengan menggunakan tanda I’rob sebagaimana tanda I’rob isim mufrod
- Bilangan ratusannya beri’rob jer karena menjadi mudlof ilaih.
- Bilangan ratusannya tetap berupa mufrod
معدود (-) | عدد (+) |
مائة | ثلاث |
Adapun aturan untuk ma’dud dari bilangan 300-900 adalah:
- Berupa mufrod
- Dibaca jer
- Sebagai mudlof ilaih
Rumus:
معدود | عدد | |
+ | – | + |
– |
Contoh:
معدود | عدد | |
رجل | مائة | ثلاث |
امرأة |
المعدود المذكر | المعدود المؤنث |
جَاءَ ثَلاَثُمِائَةِ رَجُلٍ رَأَيْتُ ثَلاَثَمِائَةِ رَجُلٍ مَرَرْتُ بِثَلاَثِمِائَةِ رَجُلٍ | جَاءَتْ ثَلاَثُمِائَةِ امْرَأَةٍ رَأَيْتُ ثَلاَثَمِائَةِ امْرَأَةٍ مَرَرْتُ بِثَلاَثِمِائَةِ امْرَأَةٍ |
Keterangan tambahan:
Dalam al-Qur an terdapat suatu ayat:
ولبثوا فى كهفهم ثلاثمائة سنين… الأية
Qiro’ah kita adalah aliran bahsroh, menurut mereka ma’dud dari lafadh مائة harus mufrod, tidak boleh jama’. Dengan demikian, bacaan ayat di atas menurut mereka adalah ثلاثمائةٍ سِنِيْنَsehingga penta’wilan ayat tersebut adalah ثَلاَثُمِائَةِ سَنَةٍ سِنِيْنَ
Sedangkan menurut ulama’ kufah yang berpendapat bahwa ma’dud dari lafadh مائة itu boleh berupa mufrod dan boleh berupa jama’, maka mereka membaca ayat di atas dengan ثَلاَثُمِائَةِ سِنِيْنَ
Bilangan di atas ratusan, itu dapat disandingkan dengan 4 macam ‘adad, deskripsinya:
- ‘Adad mufrod
101-110 itu berarti bilangan 100 disandingkan dengan ‘adad mufrod
- ‘Adad murokkab
111-119 itu berarti bilangan 100 disandingkan dengan ‘adad murokkab
- ‘Adad ‘uqud
120-190 itu berarti bilangan 100 disandingkan dengan ‘adad ma’qud
- ‘Adad bayan
121-129 s/d 191-199 itu berarti bilangan 100 disandingkan dengan ‘adad ma’thuf
Kalau seperti itu, maka boleh menggunakan 2 macam urutan:
- الرتبة الكبرى => bilangan yang besar didahulukan
- الرتبة الصغرى => bilangan yang kecil didahulukan
Dan dalam hal ini, aturan untuk ma’dudnya adalah, ma’dud menyesuaikan dengan ‘adad yang paling dekat.
Contoh:
“Di masjid terdapat 305 laki-laki”
الرتبة الكبرى ← فِى الْمَسْجِدِ ثَلاَثُمِائَةٍ وَخَمْسَةُ رِجَالٍ
الرتبة الصغرى ← فِى الْمَسْجِدِ خَمْسَةٌ وَثَلاَثُمِائَةِ رَجُلٍ
“Di masjid terdapat 375 laki-laki”
الرتبة الكبرى ← فِى الْمَسْجِدِ ثَلاَثُمِائَةٍ وَخَمْسَةٌ وَسَبْعُوْنَ رَجُلاً
الرتبة الصغرى ← فِى الْمَسْجِدِ خَمْسَةٌ وَسَبْعُوْنَ وَثَلاَثُمِائَةِ رَجُلٍ
- Bilangan Ribuan
1000 => ألف
Lafadh 1000 (ألف) adalah mudzakkar sebab tidak dijumpai tanda mu’annats baik secara ma’nawi maupun lafdhi.
Aturan untuk ‘adadnya adalah:
- Berhukum mu’rob sesuai dengan tarkibnya
- Tanda I’robnya adalah sebagaimana tanda I’rob isim mufrod (rofa’ dengan dlommah, nashob dengan fathah dan jer dengan kasroh)
Sedangkan aturan untuk ma’dudnya ألف yaitu:
- Berupa mufrod
- Dibaca jer
- Sebagai mudlof ilaih
Rumus:
معدود | عدد |
+ | + |
– |
Contoh:
أَلْفُ نَجْمٍ عَلَى السَّمَاءِ
دَفَعْتُ أَلْفَ رُوْبِيَّةٍ إِلَى الْبَائِعِ
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
2000 => ألفان / ألفين
Bilangan 2000 adalah bentuk tatsniyah dari lafadh ألف
Aturan untuk ‘adadnya adalah:
- Berhukum mu’rob sesuai dengan tarkibnya
- Tanda I’robnya adalah sebagaimana tanda I’rob isim tatsniyah (rofa’ dengan alif, nashob dengan ya’ dan jer dengan ya’)
Aturan ma’dudnya sama dengan ألف, yakni:
- Berupa mufrod
- Dibaca jer
- Sebagai mudlof ilaih
Rumus:
معدود | عدد |
+ | + |
– |
Contoh:
لِى أَلْفَا كِتَابٍ
اشْتَرَيْتُ أَلْفَيْ كِتَابٍ
مَرَرْتُ بِأَلْفَيْ طَيْرٍ
3000-9000
Jika dirasio, bilangan 3000-9000 merupakan rangkaian ‘adad yang berasal dari ‘adad mufrod (3-9) yang dimudlofkan (disandarkan) dengan bilangan ribuan. Dengan demikian posisi bilangan ribuan di sini adalah menjadi ma’dudnya.
Maka dari itu kita kembali pada aturan ‘adad mufrod di atas, yakni :
- Juz yang pertama (bilangan 3-9) harus mu’annats, sebab bilangan ribuan (ألف) yang berkedudukan sebagai ma’dudnya berupa isim mudzakkar.
- Bilangan 3-9 berhukum mu’rob sebagaimana tarkibnya, dengan menggunakan tanda I’rob sebagaimana tanda I’rob isim mufrod
- Bilangan ribuannya beri’rob jer karena menjadi mudlof ilaih.
- Bilangan ribuannya berupa isim jama’
معدود (+) | عدد (-) |
آلاَفٍ | ثَلاَثَةُ |
آلاَفٍ | أَرْبَعَةُ |
آلاَفٍ | خَمْسَةُ |
آلاَفٍ | سِتَّةُ |
آلاَفٍ | سَبْعَةُ |
آلاَفٍ | ثَمَانِيَةُ |
آلاَفٍ | تِسْعَةُ |
Adapun aturan untuk ma’dud dari bilangan 3000-9000 adalah:
- Berupa isim mufrod
- Dibaca jer
- Sebagai mudlof ilaih
Rumus:
معدود | عدد | |
+ | + | – |
– |
Contoh:
سَبْعَةُ آلاَفِ نَجْمٍ عَلَى السَّمَاءِ
دَفَعْتُ خَمْسَةَ آلاِفِ رُوْبِيَّةٍ إِلَى الْبَائِعِ
سَلَّمْتُ إِلَى ثَلاَثَةِ آلاَفِ اُسْتَاذٍ
Sebagaimana bilangan ratusan, bilangan di atas ribuan itu dapat disandingkan dengan 4 macam ‘adad, deskripsinya:
- ‘Adad mufrod
1001-1010 itu berarti bilangan 1000 disandingkan dengan ‘adad mufrod
- ‘Adad murokkab
1011-1019 itu berarti bilangan 1000 disandingkan dengan ‘adad murokkab
- ‘Adad ‘uqud
1020-1090 itu berarti bilangan 1000 disandingkan dengan ‘adad ma’qud
- ‘Adad bayan
1021-1029 s/d 1091-1099 itu berarti bilangan 1000 disandingkan dengan ‘adad ma’thuf
- ‘Adad ratusan
1100-1199 s/d 1900-1999 itu berarti bilangan 1000 disandingkan dengan ‘adad ratusan, atau disandingkan dengan ‘adad ratusan yang telah disandingkan dengan ‘adad lain pula.
Kalau seperti itu, maka boleh menggunakan 2 macam urutan:
- الرتبة الكبرى => bilangan yang besar didahulukan
- الرتبة الصغرى => bilangan yang kecil didahulukan
Dan dalam hal ini, aturan untuk ma’dudnya adalah, ma’dud menyesuaikan dengan ‘adad yang paling dekat.
Contoh:
“Di masjid terdapat 3005 laki-laki”
الرتبة الكبرى ← فِى الْمَسْجِدِ ثَلاَثَةُ آلاَفٍ وَخَمْسَةُ رِجَالٍ
الرتبة الصغرى ← فِى الْمَسْجِدِ خَمْسَةٌ وَثَلاَثَةُ آلاَفِ رَجُلٍ
“Di masjid terdapat 3075 laki-laki”
الرتبة الكبرى ← فِى الْمَسْجِدِ ثَلاَثَةُ آلاَفٍ وَخَمْسَةٌ وَسَبْعُوْنَ رَجُلاً
الرتبة الصغرى ← فِى الْمَسْجِدِ خَمْسَةٌ وَسَبْعُوْنَ وَ ثَلاَثَةُ آلاَفٍ رَجُلٍ
“Di masjid terdapat 3875 laki-laki”
الرتبة الكبرى ← فِى الْمَسْجِدِ ثَلاَثَةُ آلاَفٍ وَثَمَانُمِائَةٍ وَخَمْسَةٌ وَسَبْعُوْنَ رَجُلاً
الرتبة الصغرى ← فِى الْمَسْجِدِ خَمْسَةٌ وَسَبْعُوْنَ وَثَمَانُمِائَةٍ وَ ثَلاَثَةُ آلاَفٍ رَجُلٍ[6]
- High Order Thinking Skills (HOTS)
High Order Thinking Skills merupakan suatu proses berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving, taksonomi bloom, dan taksonomi pembelajaran, pengajaran, dan penilaian (Saputra, 2016:91).
High order thinking skills ini meliputi di dalamnya kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis, kemampuan berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan. Menurut King, high order thinking skills termasuk di dalamnya berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif, sedangkan menurut Newman dan Wehlage (Widodo, 2013:162) dengan high order thinking peserta didik akan dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas.[7]
Menurut Vui (Kurniati, 2014:62) high order thinking skills akan terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi baru dengan infromasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan mengaitkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan atau menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan.
Tujuan utama dari high order thinking skills adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta membuat keputusan dalam situasi-situasi yang kompleks (Saputra, 2016:91-92).
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Salah satu model pembelajaran yang di gunakan untuk materi adad dan madud ini adalah problem based learning (PBL)yang di kombinasikan dengan metode induktif
Problem Solving menurut pandangan Krulik & Rudnick adalah sebuah proses, artinya dimana setiap individual menggunakan pengetahuan yang diperoleh, keterampilan, pemahaman yang kemudian digunakan dalam situasi baru. Proses dimulai dengan membandingkan dan menyimpulkan kemudian peserta didik harus memadukan apa yang telah dipelajari dan menerapkannya pada situasi baru. Pola pemecahan masalah menurut pandangan Krulik & Rudnick dijabarkan dalam langkah-langkah yang dapat diajarkan kepada peserta didik, yaitu, (1) membaca sebuah permasalahan, (2) mengembangkan informasi, (3) memilih strategi, (4) menyelesaikan masalah, dan (5) memeriksa kembali dan meluaskan[8]
Adapun sintak dalam pelaksanaan PBL ini :
Kegiatan Inti PBL | |
Tahap 1 Orientasi peserta didik pada masalah Guru menyampaikan masalah yang harus di cari jawabannya bagaimana bentuk struktur a`dad dan ma`dud pada bilangan 1-9Guru menampilkan vidio percakapan terkait a`dad dan ma`dud dan bacaan teks terkait a`dad dan ma`dud ( vidio Durusullughoh dars 18,19 dan 20)Guru menyuruh setiap kelompok untuk menganalisa dan mengumpulkan data terkait a`dad dan ma`dud dalam percakapan tersebut | Setiap kelompok mengamati dan menganalisa vidio percakapan tersebutSetiap kelompok mengumpulkan data a`dad dan ma`dud dalam percakapan dan teks tersebut |
Tahap 2 Mengsorganisasikan peserta didik untuk belajar Guru memastikan setiap peserta didik dalam kelompok mengerjakan intruksi dengan baikGuru memberikan lembar kerja siswa (LKPD) kepada siswa | Peserta didik berdiskusi dan membagi tugas untuk mencari data/ bahan-bahan/ alat yang diperlukan untuk menentukan struktur adad dan madud pada bilangan 1-9Sebagian peserta didik ditugaskan untuk mencari kalimat bilangan yang ma`dudnya muannats dan sebagian mencari ma`dudnya mudzkar |
Tahap3 Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Guru memantau keterlibatan peserta didik dalam pengumpulan data/ bahan selama proses penyelidikan | Peserta didik melakukan pengklsifikasian pada hasil penemuan kalimat tadi Kalimat bilngan yang ma`dudnya muannats dan sebagian mencari ma`dudnya mudzkar |
Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru memantau diskusi dan membimbing pembuatan laporan sehingga karya setiap kelompok siap untuk dipresentasikan | Kelompok melakukan diskusi untuk menghasil-kan konsep dari hsil telaah dari pengklasifikasian dan hasilnya dipresentasikan/disajikan dalam bentuk teks tulis terkait jumlah barang barang di kelas, kamar mandi dan lain lain |
Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membimbing presentasi dan mendorong kelompok memberikan penghargaan serta masukan kepada kelompok lain. Guru bersama peserta didik menyimpulkan materi | Setiap kelompok melakukan presentasi, kelompok yang lain memberikan apresiasi. Kegiatan dilanjutkan dengan merangkum/ membuat kesimpulan sesuai dengan masukan yang diperoleh dari kelompok lain. |
Kesimpulan Dalam kegiatan pembelajaran ini peserta didik di minta untuk mengamati beberapa vidio percakapan yang didalam nya terdapat ungkapan –ungkapan yang menggunakan adad dan madud, lalu mengumpulkan kalimat – kalimat tersebut dalam sebuah tabel pengelompokan mudzakar dan muannats.setelah itu siswa meng analisa hasil pengelompokan tersebut dengan membandingkan antara adad dan madud yang mudzakar dan adad madud yang muanats dan membuat sebuah kesimpulan kaidah dari adad madud bilangan 1 dan 2, 3-10 untuk di persentasikan. Kegiatan ini mendorong siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan mendorong siswa untuk berpikir kritis, kreatif dan inovatif.
[1] Afandi, M., Chamalah, E., Wardani, O. P., & Gunarto, H.. Model dan metode pembelajaran. Semarang: Unissula. (2013)hal 15
[2] Fauzan, M. (2019). Teori dan Penerapan Pengembangan Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Arab Berdasarkan Metode Induktif. Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab, 5(5), 362-376.hal.2
[3]Nugrahani, F., & Hum, M. (2014). Metode penelitian kualitatif. Solo: Cakra Books, hal10
[4] Sam, Z. (2016). Metode Pembelajaran Bahasa Arab. NUKHBATUL’ULUM: Jurnal Bidang Kajian Islam, 2(1), 206-220.hal.2
[5] Setyawan, C. E. (2015). Pembelajaran Qawaid Bahasa Arab Menggunakan Metode Induktif Berbasis Istilah-Istilah Linguistik. AL-MANAR: Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, 4(2).
[6] جواد اصغري اصغري, & زهرا فريد فريد. (2019). الظاهرة الغريبة في اللغة العربية: مخالفة العدد والمعدود جنسا من 3 الي 10؛ تحليل و تعليل. مجلة اللغة العربية وادابها| The Arabic Language and Literature, 1(30).
[7] Rahmawati, N. (2018). Pembelajaran bahasa Arab: Menuju higher order thinking skills (HOTS). Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab, 4(4), 149-154.
[8] Faruq, U., & Huda, M. M. (2020). Bahasa Arab Berbasis Peningkatan Pembelajaran HOTS (Higher Order Thinking Skills)(Kajian Pembelajaran Bahasa Arab Di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step 2 Kemenag RI). Al-Hikmah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, 8(1), 1-20.